“Apakah bumbu kuliner khas Aceh untuk membuat mi Aceh?” Pertanyaan yang sering saya dapatkan dari banyak teman, terutama orang luar Aceh. Terlebih dari mereka yang mengenal saya cukup dekat, sehingga tahu saya seorang noodleholic yang mencintai masakan mi, dan punya kebiasaan untuk selalu mencicipi produk kuliner berbahan baku tepung ini setiap kali saya berkunjung ke sebuah wilayah atau negara. Apalagi mereka yang sangat dekat sampai tahu bahwa di kota asal saya — Banda Aceh — saya bahkan punya berbagai tempat makan mi sesuai kebutuhan. Ada yang enak betul untuk mi goreng, yang lainnya adalah jagoan soal mi goreng basah, sedangkan untuk mi rebus tempatnya lain lagi. Ada mi yang pekat rempah-rempah, ada juga yang ringan dengan nuansa klasik yang sudah mulai jarang karena tergerus dengan masuknya budaya asing sehingga ada mi Aceh yang berlimpah hidangan ala seafood, atau mi Aceh ala festival daging yang penuh dengan daging sapi-ayam-domba. Kondisi yang sering membuat saya mencoret tempat-tempat ‘mi Aceh rekayasa’ itu dari daftar. Saya ingin makan mi, bukan makan daging-ayam-domba-hidangan laut dengan secuil mi.
Karena tulisan ini bukan diniatkan untuk jadi curhatnya saya soal perubahan mi Aceh, maka kita balik lagi ke awal, pertanyaan soal bumbu itu. Dan jawabannya untuk pertanyaan tadi “Maaf, saya tidak tahu.”
Saya tidak bohong. Apalagi menyembunyikan resep. Kenyataannya saya memang tidak tahu. Setiap keude (warung) mi Aceh memiliki resep yang khas. Meskipun dasarnya sama, cabai merah, bawang merah, bawang putih, kapulaga, kunyit, dan jintan. Selalu ada variasi jumlah, takaran, dan tambahan rempah yang menjadi identitas rasa warung mereka. Dan kalau anda bertanya apakah beda antara mie Aceh dan mi Aceh, jawabnya adalah sama. Bedanya hanya dua, pakai ‘e’ yang adalah warisan gaya Belanda, dan yang satunya lagi penyebutan baku sesuai KBBI.
Tapi kalau pertanyaannya, adalah bumbu kuliner khas Aceh yang membentuk ciri khas beberapa masakan tradisional di provinsi paling barat Indonesia ini, saya setidaknya bisa menyebutkan 5 bumbu kuliner khas Aceh.
- Pliek U.
Bumbu ini mungkin bisa dikatakan sebagai bumbu kuliner khas Aceh yang paling menarik perhatian. Gulai Pliek, adalah salah satu menu paling terkenal bila menyangkut masakan tradisional Aceh. Gulai yang pada intinya adalah rajangan sayur ini, memiliki berapa variasi sesuai daerahnya. Lazim di temukan di wilayah pesisir yang dominan dihuni Suku Aceh, Gulai Pliek, mendapatkan ciri khas rasanya melalui salah satu bumbu utamanya, Pliek U.
Dibuat dari daging buah kelapa yang di fermentasi, Pliek U memiliki rasa yang unik. Perpaduan antara wangi kelapa dan aroma khas fermentasi, menciptakan karakter aroma unik yang manis dan asam secara bersamaan.
- U Teulheu.
Dalam bahasa Aceh, U berarti kelapa. Jadi bisa ditebak bahwa bumbu kuliner khas Aceh ini juga berasal dari hasil olahan kelapa. U Teulheu adalah kelapa parut yang di sangrai atau dalam bahasa sehari-hari biasanya disebut dengan, gongseng.
- Aweuh Masak.
Dalam masakan Cina ada istilah Bubuk Lima Rempah atau Ngo Hiong. Bubuk rempah yang terkenal dan banyak digunakan dalam berbagai masakan Cina. Bumbu kuliner khas Aceh yang dikenal dengan nama Aweuh Masak adalah bumbu khas Aceh yang bisa disebut dengan Ramuan Empat Rempah. Terdiri dari Ketumbar, Adas Manis, Pekak, Kayu Manis, dan Jintan.
- Gegarang.
Tanaman bumbu kuliner khas Aceh Tengah yang menjadi penentu cita rasa pada beberapa olahan kuliner khas Aceh Tengah atau Dataran Tinggi Gayo ini sebenarnya adalah bagian dari keluarga Mint. Biasanya dalam resep masakan Eropa, Gegarang dikenal dengan nama Brown Mint. Membuat masakan khas Gayo seperti Masam Jing, ataupun Pengat, tidak akan berhasil tanpa Gegarang.
Pssst, jalan-jalan hemat ke Aceh? Kenapa enggak? Cari hotel murah dulu, ambil promo tiket pesawat Jakarta Aceh atau paket perjalanan wisata murah. Yuk berangkat!
- Ganja.
Meskipun sekarang sudah tidak umum digunakan lagi, terutama karena tanaman yang sebenarnya memiliki banyak manfaat ini dianggap sebagai narkotika, tapi dulu Ganja adalah tanaman herba biasa dalam kehidupan masyarakat di berbagai peradaban di seluruh dunia.
Di Aceh sendiri, dulunya Ganja adalah tanaman biasa. Di tanam sebagai bagian dari proses pertanian alami, Ganja dikenal dengan nama Lakoe Campli atau Linto Campli. Secara harafiah berarti Suami Cabai. Karena bila dalam perkebunan Cabai ditanami satu dua batang Ganja, selain secara alami mengusir hama juga membuat buah Cabai lebih besar dan subur.
Pengunaan Ganja sebagai rempah dalam masakan, biasanya berupa rajangan daun, seperti ketika anda merajang daun seledri, Thyme, Rosemary, Sage, atau daun bawang. Menarik bukan? Sayangnya Tapi sekarang Ganja sudah tidak lagi digunakan sebagai bumbu atau herba masak.
'5 Bumbu Kuliner Khas Aceh Yang Kamu Perlu Tahu' have no comments
Be the first to comment this post!