Perbedaan tempat berdampak terhadap perbedaan adat dan budaya, perbedaan watak dan tatanan masyarakatnya. Perbedaan pola hidup ini juga dipengaruhi oleh latar belakang/ sejarah suatu wilayah. Aceh, sebuah provinsi yang dahulunya merupakan salah satu negara islam terbesar di dunia, tentu memiliki nilai yang menjadi cerminan bagi bangsa lainnya. Sebuah bangsa yang terbentuk dari peradaban luhur, meskipun masa kejayaan itu telah berakhir, namun tetap memberi bekas terhadap generasi berikutnya.
Demikianlah halnya dengan Aceh. Ezytraveler dapat menyaksikan sendiri, bagaimana karakteristik bangsa Aceh hingga kini. Berikut 7 Karakter Orang Aceh yang harus kamu ketahui.
- Religius
Ezytraveler ingin melihat kerumunan muslimah berpakaian syar’i? Ke Aceh saja! Di Aceh, nilai agama sangat kental. Ulama sangat dihormati. Perkataan ulama bak mantra mujarab untuk meredam perselisihan. Orang-orang yang mengkaji Islam selalu memiliki nilai lebih pada pandangan masyarakat. Hal yang dianggap mengganggu atau merusak nilai agama akan ditindak tegas.
Bahkan, salah satu tuntutan GAM saat perjanjian damai dengan NKRI ialah penerapan Syariat Islam di Aceh. Aceh memiliki seperangkat hukum selain Undang-Undang negara, yakni Qanun Syariat Islam. Seperangkat hukum yang bersumber dari Firman Allah dan Hadits Rasul, berisikan aturan baku dengan sangsi tertentu terhadap pelanggaran. Hal ini merupakan keinginan seluruh rakyat Aceh. Alhamdulillah sampai saat ini terus diterapkan. Tidak salah bila saya meletakkan religius di point pertama, dari 7 karakter bangsa Aceh yang harus kamu ketahui.
- “Rasis”
Saya menyebutnya rasis, namun dengan konotasi positif. Rasis adalah salah satu dari 7 karakter Orang Aceh yang harus Ezytraveler ketahui juga. Rasis dalam artian cinta bangsa. Orang Aceh sangat menyayangi yang sesuku dengannya. Sikap rasis ini akan sangat terlihat saat mereka sedang berada di luar Aceh. Misalnya saat mereka di Jakarta atau di luar negeri. Siapa pun yang terindentifikasi berasal dari Aceh, akan dianggap saudara. Sekalipun satu berasal dari Aceh Besar sedangkan satunya lagi dari Pidie, tetap dianggap awak droe (keluarga).
Demikian pula dengan bahasa. Orang Aceh yang tidak menguasai bahasa Aceh (atau bahasa wilayahnya, selayak bahasa Jame atau bahasan Gayo) itu memiliki nilai buruk pada pandangan masyarakat. Dianggap sombong. Lain halnya, tamu yang datang dari luar, bila bisa bertegur sapa dengan bahasa Aceh saat melewati kerumunan maupun perorangan, itu sangat berdampak positif. Mereka akan mudah dicintai dan diterima baik oleh masyarakat.
- Reaktif dan Militan
Orang Aceh sangat peka terhadap keadaan sosial di sekitarnya. Mereka tidak suka diganggu, sebab jika tersinggung dan menanggung malu, maka reaksi yang timbul adalah akan dibenci dan bahkan menimbulkan dendam. Merujuk kepada hal yang pernah terjadi sebelum satu dekade ke belakang, konflik Aceh yang berkepanjangan. Itu salah satu bentuk reaktif.
Mereka yang dianggap seperatis sebenarnya hanyalah orang-orang yang menuntut keadilan. Beruntungnya, perseteruan itu berakhir damai setelah musibah Tsunami melanda Aceh pada penghujung 2014. Sikap reaktif ini tergambar dalam sebait hadih maja (pepatah Aceh),
“Ureung Aceh hanjeut teupèh, Meunyo ka teupèh, bu leubèh han geupeutaba (orang Aceh tidak boleh diusik, bila ia sakit hati, makanan sisa pun tidak akan ditawarinya).
Selain itu, orang Aceh memiliki semangat yang tinggi dalam memperjuangkan agama, mempertahankan harga diri dan kehormatan bangsanya. Jiwa militer bahkan telah ditanamkan kepada anak-anaknya mulai dari ayunan. Iringan pengantar tidur anak-anak Aceh kerap sekali berupa senandung tentang perang di jalan Allah, tentang perang membela agama, selayak Hikayat Prang Sabi. Maka jangan heran bila Ezytraveler melihat generasi Aceh ini tangguh.
- Gemar berbagi (kenduri)
Anda mau makan-makan gratis sepanjang tahun? Ke Aceh saja! Ada perhelatan, jamuan makan sepanjang tahun. Orang Aceh kerap mensyukuri nikmat yang Allah berikan dengan cara berbagi makanan. Dalam hal apa pun itu, lazimnya begitu. Mulai dari Kenduri Blang, Kenduri Laot, bahkan Maulod (kenduri maulid nabi) dirayakan sepanjang empat bulan lamanya, di sini. Mulai dari Rabiul Awal hingga Jumadal Akhir.
Pengalaman pribadi, bila bulan maulid tiba, saya kerap kebanjiran undangan. Kadangkala hingga 4 undangan dalam sehari. Bingung juga mau didahulukan yang mana. Ditambah lagi, kalau pergi semua, di jamuan ke 3-4 pasti tidak sanggup makan lagi. Begitulah kira-kira. Maka, giat melakukan kenduri termasuk salah satu dari 7 Karakter bangsa Aceh.
- Loyalitas yang tinggi
Sejarah mencatat bahwa Aceh adalah pemberi donasi paling besar bagi Indonesia. Seluruh warga mengumpulkan harta bendanya, menyisihkan emas dan perak, untuk kemudian membeli armada pesawat RI 01. Itu semata mata karena loyalitas. Hal ini amat berkaitan dengan kepercayaan. Jika seseorang pemimpin menghargai, memercayai, tidak menipu, tidak mencurigai orang Aceh maka mereka akan membaktikan diri sepenuhnya kepada sang pemimpin.
Tentunya kita ingat, Aceh memberikan kemenangan telak kepada Demokrat, khususnya kepada Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden tahun 2009. Tercatat 93% masyarakat Aceh memilih SBY. Ini merupakan saksi kepatuhan dan loyalitas orang Aceh terhadap SBY, karena dalam masa pemerintahannya SBY telah mengupayakan sesuatu yang berharga untuk Aceh, yaitu perdamaian.
- Empati dan Kemanusiaan
Masih segar di ingatan kita, tentang ribuan pengungsi Rohingya yang lunta-lantung di lautan. Ketika Malaysia menolak, Singapure menolak, Indonesia dan beberapa negara terdekat lainnya menolak, Aceh justru mengulurkan tangan, agar perahu-perahu pengungsi Rohingnya berdermaga di pantai kita. Kenapa? Karena empati dan nilai kemanusian. Mereka adalah saudara kita seagama yang harus diselamatkan. Siapa yang tidak tertegun dengan sikap empati ini? Bahkan saya sampai menitihkan air mata saat mengenangnya. Aceh memang luar biasa dalam bersikap baik terhadap sesama.
- “Gila”
Sudah sering mendengar semboyan “Aceh Pungo”, kan? Semoga saudara di Aceh tidak keberatan dengan karakter yang satu ini. Gila bukan berarti orang Aceh kehilangan Akal, tidak demikian. Gila di sini dalam artian sungguh-sungguh dalam suatu hal. Holic, it’s not crazy. Ezytravel tahu bahwa senjata tradisional Aceh adalah rencong. Bayangkan saja, dengan hanya mengenakan sebilah rencong, bangsa Aceh mampu mengalahkan tentara Belanda yang mengenakan senjata api, kala itu. Berani sekali, bukan? Gila yang seperti inilah yang dimaksudkan.
Demikianlah Aceh dengan segala keunikan di dalamnya yang memesona. 7 karakter orang Aceh di atas hanya gambarang umum, masih banyak hal lainnya yang tidak habis untuk dinarasikan dan dideskripsikan. Eztraveler penasaran? Ayo ke Aceh!
'7 Karakter Orang Aceh yang Harus Kamu Ketahui' have no comments
Be the first to comment this post!