Bukan hanya Jogja, Banda Aceh juga termasuk kota tua di Indonesia. Usianya bahkan melampaui 800 tahun. Sejarah panjang kota ini telah dimulai sejak berlangsungnya masa kerajaan Aceh dulu. Ini bermula pada masa Sultan Johansyah yang mendirikan Kerajaan Aceh Darussalam pada tanggal 1 Ramadhan 601 H atau bertepatan pada 22 April 1205. Tanggal ini pula yang menjadi penanggalan resmi berdirinya kota Banda Aceh. Maka tidak heran, ada banyak bangunan tua di Banda Aceh yang menjadi saksi sejarah.
Denyut kota Banda Aceh semakin terasa saat memasuki masa kemerdekaan Indonesia. Sebagai daerah perang, Banda Aceh tidak luput dari penyerangan para penjajah. Walau nyatanya, daerah ini tidak bisa ditaklukkan. Tetapi, bukti-bukti kehadiran penjajah tetap bisa dilihat hingga kini. Ini dapat dilihat dari beberapa bangunan tua yang masih terjaga hingga kini.
Sebut saja Museum Aceh, Gedung SMA Negeri 1, Pendopo Gubernur, Gedung Bank Indonesia, dan beberapa rumah prajurit di kawasan Neusu. Tetapi, di antara semua bangunan tersebut mungkin ada satu bangunan tua di Banda Aceh yang kerap dilupakan. Gaungnya tidak kentara layaknya bangunan lainnya. Bahkan sepintas perannya dilupakan atau malah kurang diketahui masyarakat luas. Bangunan tersebut adalah Gedung Juang.
Letak Gedung Juang Banda Aceh terbilang sangat strategis. Ia berada di tengah kota. Hanya selemparan batu dari komplek pendopo Gubernur atau bersebelahan dengan Museum Aceh. Bukan hanya itu, gedung ini juga berada di satu kawasan dengan komplek Makam Iskandar Muda. Tetapi, entah mengapa, bangunan tua di Banda Aceh ini jauh dari hiruk pikuk keramaian. Saya berulangkali ke tempat ini, tetapi suasananya selalu sepi. Bisa jadi karena gedung ini sudah beralih fungsi menjadi kantor sekretariat kelompok veteran di Aceh.
Namun, jika merunut ke sejarah, Gedung Juang merupakan salah satu simbol perjuangan berdirinya Republik Indonesia. Sebab di bangunan tua di Banda Aceh inilah pertamakalinya bendera merah putih berkibar di Aceh setelah diumumkan kemerdekaan Indonesia.
Gedung Juang dibangun pada tahun 1883 oleh Pemerintah Belanda. Pembangunan gedung ini bersamaan dengan pembangunan Pendopo Gubernur yang berada di depannya. Dulunya bangunan tua di Banda Aceh ini berfungsi sebagai Kantor Gubernur Belanda. Tetapi, fungsi gedung berubah saat pasukan Jepang masuk ke Aceh pada tahun 1942. Saat itu, Gedung Juang dijadikan kantor pemerintahan militer atau Shu-Chokan. Sempat terjadi bentrokan hebat antara pasukan Aceh dengan pasukan Jepang saat pengibaran bendera usai proklamasi Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Pengibaran ini berlangsung pada tanggal 24 Agustus 1945 atau seminggu setelah pengumuman resmi di Jakarta.
Setelah kemerdekaan, Gedung Juang seakan meredup. Kesibukannya sirna seiring berpindahnya aktifitas pemerintahan. Gedung ini pun sempat berfungsi sebagai kantor Baperis, sebuah organisasi yang mengelola Museum Aceh saat dipindahkan dari Blang Padang ke komplek pendopo di tahun 1969. Dan sekarang, fungsi bangunan tua di Banda Aceh ini beralih menjadi Markas Daerah Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Aceh, dan juga menjadi kantor Persatuan Purnawiraan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PPABRI).
Walau telah beralih fungsi, komplek Gedung Juang masih bisa dinikmati. Sering saya dan teman-teman bertandang ke sini. Sebab di kawasan ini terdapat beberapa objek sejarah yang tidak kalah menariknya. Seperti peralatan perang peninggalan Belanda yang sengaja dipajang di luar gedung, komplek makam para raja, dan tentu saja makam Sultan Iskandar Muda, salah satu sultan Kerajaan Aceh paling termahsyur.
Di halaman bangunan tua di Banda Aceh ini juga bertaburan makam-makam tua. Makam ini umumnya milik keluarga kerajaan. Seperti makam Pocut Rumoh Geuding, Pocut Sri Banun, Sultan Alauddin Muhammad Syah, Sultan Husin Jauhar Alamsyah, Putroe Bineu, Tuanku Husen Pangeran Anom (wakil Kerajaan Aceh di Deli), Tuanku Cut Zainal Abidin (ayah dari Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah), dan Teungku Chik.
Komplek makam ini berada tepat di halaman sisi kiri Gedung Juang. Hal sama juga berlaku di halaman sisi kanan yang terdapat komplek Kandang Meuh yang berhimpun empat makam di dalamnya: Putra Raja Anak Raja Bangka Hulu, Sultan Alaidin Mahmud Syah, Raja Perempuan Darussalam, dan Tuanku Zainal Abidin.
Kehadiran makam-makam ini setidaknya menyajikan wisata sejarah berbeda saat berkunjung ke Gedung Juang. Gagal masuk ke dalam bangunan tua di Banda Aceh ini, setidaknya saya dapat menggali sejarah berbeda dari perjuangan masyarakat Aceh terdahulu.
'Bangunan Tua di Banda Aceh Ini Tempat Pertama Merah Putih Berkibar' have no comments
Be the first to comment this post!