Belanja adalah agenda harian yang tidak pernah berhenti selama kehidupan berlanjut. Saya mengakui bahwa berbelanja menjadi penting saat seseorang telah berpikir untuk memenuhi kebutuhan. Di mana pun seorang bertempat, entah di Timur, di Barat, di Aceh, di Eropa, di Afrika, semua pasti terlibat dalam aktifitas pasar. Tidak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak juga demikian.
Berbicara soal belanja harian masyarakat Aceh, tentu saja hal utama yang harus dipikirkan oleh ibu rumah tangga adalah kebutuhan pokok. Saya -meskipun belum menjadi ibu rumah tangga- kecipratan juga tugas ini. Kenyataan bahwa Mak (Ibu) saya telah menjadi kepala keluarga sejak Bapak tiada, maka tanggung jawab keluarga dipunggungkan padanya. Oleh karena itu kami kerap ke pasar bersama, untuk berbelanja kebutuhan.
Biasanya, untuk urusan dapur, kami belanja setiap seminggu sekali. Membeli beberapa bahan dapur dengan jumlah yang lebih banyak untuk digunakan selama seminggu. Agar menghemat pengeluaran, kami memilih berbelanja ke Pasar Induk Lambaro – Aceh Besar. Kenapa memilih ke Pasar Induk Lambaro? Tentunya ada banyak alasan. Diantaranya, cenderung murah dan juga lebih dekat dengan rumah.
Pasar Induk Lambaro merupakan pasar tradisional yang terletak di Jalan Banda Aceh - Medan, dekat dengan bundaran Lambaro. Bagi Anda yang pernah melintasi jalan ini tentu saja tahu letak Pasar Induk Lambaro. Beragam kebutuhan masyarakat dijajakan di sana, terutama bahan kebutuhan harian. Biasanya, untuk belanja lauk dan sayur kami sengaja datang awal-awal pagi. Ada banyak sayuran segar yang dijual oleh pedagang junjung, hasil tanam mereka dari kampung. Harganya jauh lebih murah dari pada kita beli di kios-kios. Katakanlah di kios harga sawi Rp. 2.000,-/ ikat, di sini bahkan kita bisa dapat Rp. 5000/ empat ikat, setelah tawar-menawar. Luar biasa bukan.
Saat berada di pasar ikan, terasa sekali keriuhan akibat interaksi antara pembeli dan penjual. Bisingnya melebihi jalan raya. Sesekali terdengar sorak-sorai sesama pedagang, entah apa maksudnya, besar-besar sekali suara mereka saat berbicara, seperti berteriak saja. (Saya jadi ingat masa-masa dibangku sekolah) Patutlah bila kita ribut-ribut di kelas, guru selalu mengingatkan; “Jangan ribut! Ini kelas, bukan pasar ikan.” Pasar ikan selalu padat saat pagi menjelang dan kembali lengang bila sudah memasuki jam siang. Biasanya interaksi akan sangat sepi di sore hari, bahkan di sini nyaris tidak ada orang.
Tidak jauh dari pasar ikan, ada pasar daging yang berdampingan dengan pedagang ayam. Di pasar daging, setiap harinya seakan hari Meugang (sehari atau dua hari sebelum hari raya, di mana masyarakat Aceh melaksanakan tradisi makan daging). Rak-rak dan gantungannya penuh dengan daging segar. Pasar daging tidak seribut pasar ikan. Kebetulan saya kenal baik dengan salah satu penjualnya, jadi tanpa ditemani Mak pun saya akan tahu harus beli di siapa.
Berhadapan dengan pasar daging, ada pasar ikan kering. Di sana dijajakan berbagai ragam ikan kering seperti teri, udang sabu, udang kering, ikan kayu dan segala macam ikan asin. Tidak hanya dijual dengan jumlah yang banyak namun juga eceran. Terlihat beberapa pembeli sedang berinteraksi dengan penjual. Selain kita memiliki banyak pilihan, harganya juga relatif lebih murah.
Di sisi pasar ikan kering, saya mendapati beberapa pedagang yang menjual gerabah untuk perlengkapan dapur. Tembikar berbentuk belanga dan wadah masak khas Aceh ini tersedia di sini. Selain itu, juga terdapat beberapa jenis pisau hasil tempaan lokal dan batu nisan juga. Keberadaan hal semacam ini benar-benar menujukan ciri khas pasar tradisional.
Masih dalam area Pasar Induk Lambaro, juga terdapat pasar buah. Buahan segar langsung dibawa dari petani dengan jumlah yang sangat banyak, diangkut dengan mobil-mobil besar. Ada Pisang, Nenas, Semangka, Bengkoang, Mangga, Pepaya, beraneka macam. Biasanya, saat awal-awal pagi, para pedagang eceran membeli buah dari tengkulak ini untuk dijual kembali. Maka, kalau kita beli langsung dari pangkalan, tentu saja harganya jauh lebih murah dari pada di pedagang eceran.
Dalam area Pasar Induk Lambaro nyaris tidak ada toko yang menjual bahan pakaian maupun pakaian jadi. Paling hanya ada kios kecil yang menjual pakaian biasa dengan pengunjung yang terbilang sepi. Karena memang pasar induk ini diprioritaskan untuk bahan kebutuhan sehari hari. Namun demikian, di seputuran Lambaro tentunya ada toko pakaian. Terlebih lagi telah dibangun Pasar Lambaro yang khusus menjajakan pakaian, sebagaimana Pasar Aceh, namun hingga saat ini belum rampung pengerjaannya.
Dari pengalaman pribadi saya berbelanja kebutuhan harian, membeli kebutuhan pokok di Pasar Induk Lambaro dapat menghemat pengeluaran. Membeli dengan jumlah yang lebih banyak untuk dipakai lebih lama dengan harga yang relatif lebih murah. Dari pada beli sedikit-sedikit di pedagang eceran, tentunya akan lebih banyak menghabiskan uang. Bagaimana? Tertarik untuk berbelanja di sini?
'Belanja di Pasar Induk Lambaro - Aceh Besar, Hemat!' have 1 comment
October 24, 2024 @ 8:38 pm Kemas rayhan
Bagus jg pasarnya, pasarnya buasanya jual makanan aj y?