Aceh memang dikenal sebagai daerah dengan basis syariat Islam. Islam bukan hanya berjaya ketika Aceh mendapat julukan Daerah Istimewa Aceh dari pemerintah pusat atau ketika saat ini daerah ini sedang gencar-gencarnya memberlakuan aturan syariat Islam dari semua aspek, namun kejayaan Islam sudah dikenal sejak jaman dulu, sejak Kerajaan Samudera Pasai. Siapa orang Indonesia yang tidak kenal dengan Kerajaan Islam pertama di Indonesia? Namun tidak banyak yang tahu bahwa Hindu pernah menjadi kepercayaan masyarakat Aceh, sebelum Islam masuk ke daerah ini.
Sisa-sisa kejayaan kerajaan Hindu bisa dilihat di beberapa titik kawasan Aceh Besar, antara lain Indrapatra (Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya), Indrapurwa (Kecamatan Peukan Bada), dan Kecamatan Indrapuri.
Secara geografis, Aceh Besar merupakan kabupaten yang sangat berdekatan dengan Kota Banda Aceh. Jika dilihat dari ketinggian, Kota Banda Aceh tampak terjepit karena dikelilingi oleh batas-batas wilayah Aceh Besar, kecuali di bagian pesisir. Di beberapa tempat di kabupaten dan kota inilah terdapat beberapa situs peninggalan Hindu di masa lampau. Yang sudah terkuak dan masih diteliti sampai sekarang adalah adanya bukti peninggalan kerajaan Hindu bernama Lamuri.
Dalam bahasa Aceh, Kerajaan Lamuri disebut Keurajeun Lhee Sagoe. Keurajeun berarti kerajaan, Lhee berarti tiga, dan Sagoe berarti segi. Secara keseluruhan, Keurajeun Lhee Sagoe berarti Kerajaan Tiga Segi. Disebut tiga segi karena dulunya kerajaan ini tidak hanya berpusat di satu tempat saja, melainkan berada di tiga titik yang berbeda: Indrapatra, Indrapurwa, dan Indrapuri; sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya. Namun tulisan ini hanya berfokus pada satu titik dari tiga titik sentral peninggalan tempo dulu di Aceh, yaitu pada titik Indrapatra.
Indrapatra terletak di kecamatan Mesjid Raya, Jalan Krueng Raya, sekitar 19 km dari pusat kota Banda Aceh menuju pelabuhan Krueng Raya. Di situ terdapat sebuah benteng yang biasa disebut sebagai Benteng Indrapatra. Menurut catatan sejarah, benteng ini dibangun pada abad ke-7 Masehi semasa pemerintahan Kerajaan Lamuri.
Benteng ini sendiri berada pada posisi yang cukup strategies karena berhadapan langsung dengan selat Malaka sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan penjajah Portugis.
Ketika Islam kemudian masuk ke Aceh, benteng ini masih menjadi tempat pertahanan dari serangan Portugis. Konon, Laksamana Malahayati pernah menggunakan benteng Indrapatra untuk melawan Portugis.
Bisa dibilang, benteng Indrapatra merupakan saksi bisu perjalanan sejarah dari masa ke masa; dari masa kejayaan Hindu hingga berjayanya kerajaan Islam di Aceh. Dan benteng ini masih berdiri kokoh hingga hari ini, meskipun pada beberapa bagian kondisinya terlihat mengenaskan.
Menurut beberapa sumber, sebenarnya ada empat benteng di kawasan tersebut, namun saat ini hanya ada dua benteng yang masih utuh, sementara lainnya hanya berupa reruntuhan batu. Benteng ini memang terbuat dari batu gunung dengan konstruksi yang terlihat kokoh.
Benteng yang paling besar berukuran 70 x 70 meter persegi dengan tinggi lebih kurang 3 meter. Jika ingin masuk melihat-lihat ke dalam benteng, sangat mudah sekali karena di salah satu sisinya terdapat tangga. Dengan berdiri di sisi tangga benteng tersebut, akan terlihat permukaan bagian dalam benteng yang ditumbuhi rumput dengan beberapa bangunan di atasnya. Di bagian dalam benteng utama (yang paling besar), terdapat bangunan berbentuk kubah. Jika kita masuk ke dalam kubah tersebut, akan kita temui sebuah sumur di dalamnya. Konon, sumur itu dulunya digunakan sebagai tempat penyucian sebagai bagian dari ritual umat Hindu.
Sementara di benteng satunya lagi, terdapat tiga buah bunker di bagian dalamnya. Bunker tersebut berupa undakan batu berbentuk lonjong dan ada lubang di tengahnya. Saya belum pernah masuk ke bagian dalam bunker ini. Saya hanya pernah masuk ke kubah di bentang pertama dan melihat adanya sumur di situ.Beberapa bangunan lainnya sudah tidak layak lagi disebut bangunan karena sudah tak berbentuk lagi. Mungkin tempat ini pernah terkena bencana alam ratusan tahun lalu, ditambah dengan kenyataan masyarakat masih kurang menghargai benda-benda atau bangunan peninggalan sejarah.
Mengingat bahwa peninggalan-peninggalan ini merupakan bukti dari titik awal berkembangnya peradaban di Aceh, maka menyelamatkan situs ini dari tangan-tangan jahil dan tak bertanggung jawab, adalah menjadi tanggung jawab bersama; masyarakat bersama pemerintah setempat.
Tempat ini sekarang menjadi salah satu objek wisata di Aceh Besar karena di dekatnya terdapat sebuah pantai bernama pantai Ujong Batee. Di akhir pekan, pantai ini ramai oleh pengunjung. Jika kalian ingin berkunjung ke sini, bisa ditempuh dengan menggunakam kendaraan pribadi, bisa juga dengan mengandalkan angkot yaitu agkot jurusan Banda Aceh โ Krueng Raya. Turun dari angkot, cukup berjalan kaki saja karena benteng ini terletak tidak jauh dari jalan raya.
'Benteng Indrapatra Aceh Besar, Sisa Kejayaan Aceh di Masa Lalu' have 2 comments
June 27, 2024 @ 12:14 pm Citra Rahman
Pantai di depannya dijadiin tempat piknik seru juga, Kak. GIB piknik ke sana yok sekali-kali? ๐
June 27, 2024 @ 1:41 pm Fardelyn Hacky
Iyaaaa…kami waktu ke situ, tujuan utama memang pantai dekat benteng itu. cakep pantainya Cit ๐
Yoklah kapan2 GIB bikin Gathering di situ. Bawa makanan masing-masing, hahaa