Berbuka Puasa Minum Pohon Kayu di Gayo Aceh Tengah

Marhaban Yaa Ramadhan. Salah satu bulan dalam penanggalan hijriah yang memiliki nilai penting bagi umat Islam, kembali hadir. Ramadhan, bulan kesembilan, sering disebut dengan bulan puasa. Karena memang, dalam bulan yang satu ini, terdapat perintah berpuasa selama sebulan penuh, untuk umat Islam tentunya.

Minum Pohon Kayu di Gayo

Tidak cuma karena ibadahnya, berbagai kebiasaan yang berkembang di bulan ini, juga membentuk kebudayaan di berbagai tempat di Indonesia, bahkan di dunia.

Semarang misalnya, kota di Jawa Tengah ini memiliki tradisi yang unik pada bulan Ramadhan, dikenal dengan nama dugderan. Sebutan dugderan berasal dari suara tabuhan bedug yang apabila diucapkan akan terdengar seperti ‘dug’ atau ‘der’, menyerupai juga suara meriam yang bersahutan. Nah, bunyi tabuhan bedug ini dikenal juga sebagai tanda bahwa bulan suci Ramadhan telah dimulai. Biasanya, tradisi ini dimulai seminggu sebelum bulan puasa, dan diakhiri saat hari raya Idul Fitri.

Tradisi lainnya yang juga terkenal bahkan mulai menjadi salah satu momen incaran para wisatawan dan pecinta kuliner adalah Meugang. Tradisi khas yang diburu oleh mereka yang berkunjung ke Aceh. Satu dua hari sebelum bulan puasa dimulai, masyarakat Aceh punya kebiasaan memotong sapi (atau kerbau di beberapa daerah) untuk diolah menjadi makanan khas seperti rendang Aceh, sie reuboh, sie aweuh u teulheu kuliner khas yang sering disebut oleh para pendatang sebagai Kari Aceh.

Kebiasaan lainnya adalah mengenai menu ta’jil atau hidangan berbuka. Yang paling umum dikenal adalah kolak pisang, boh rom-rom, atau minuman legendaris, timun parut atau timun suri dengan sirup merah (maaf, tak boleh menyebut merk dagang. Saya bisa kena tegur oleh editor.)

Tapi ada satu menu bukaan yang unik luar biasa, dan tidak dikenal secara umum. Saya pun baru mengetahuinya ketika saya pindah lalu menetap di Takengon. Ibu kota kabupaten Aceh Tengah, dan kota indah di tepian danau Lut Tawar.

Dua tahun setelah pindah dan menetap di Takengon. Saya berbuka puasa di sebuah acara komunitas wisata. Dan untuk pertama kalinya saya mencicipi teh unik. Teh Sepang.

Kenapa unik? Karena teh ini dibuat dari rendaman atau rebusan batang kayu. Bukan pucuk daun, daun atau ranting kecil. Tapi memang batang pohon. Saya sempat tidak percaya, sampai melihat sendiri. Memang sepotong kayu yang cukup besar diseduh dalam rebusan air mendidih.

Berbeda dengan teh biasa yang berwarna coklat, atau hijau kalau anda merujuk pada teh hijau. Teh sepang ini berwarna romantis, merah muda. Kepekatan warna ‘pink tea‘ ini dipengaruhi oleh jumlah kayu yang digunakan dan lama perebusannya.

Rasanya, unik. Agak beraroma wangi kayu, dengan rasa yang sedikit sepat. Setelah beberapa kali mencoba, saya memilih pekat dengan sedikit gula. Menikmati teh sepang panas, dalam balutan udara pegunungan dataran tinggi Gayo yang dingin luar biasa, adalah sensasi kemewahan yang nilainya tinggi.

Kombinasi kehangatan teh sepang, dan sejuk dingin segarnya udara pegunungan. Terlebih di Bulan Ramadhan, ketika dari seluruh penjuru terdengar lantunan lembut orang mengaji. Ada kesyahduan yang romantis dan menenangkan.



About

Full time stay at home father, part time blogger-writer-graphic designer, and sometime traveler wanna be.


'Berbuka Puasa Minum Pohon Kayu di Gayo Aceh Tengah' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool