Berziarah ke Jeurat Puteh, Tanoh Abee

Berziarah ke Jeurat Puteh, Tanoh Abee
5 (100%) 1 vote

Tembok bercat putih itu terlihat begitu megah di tengah-tengah persawahan warga Tanoh Abee, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar. Di dalamnya tumbuh pepohonan angsana berukuran besar. Tembok setinggi tiga meter berlapiskan cat putih bersih itu telihat kontras sekali dengan hamparan sawah di sekelilingnya.

Saya pun menuju ke arah gerbang yang berpagarkan tembok putih. Rerumputan hijau yang tidak dijadikan sawah menjadi halaman tempat itu. Dan, ketika kaki memasuki gerbang tersebut, mataku tertuju pada tulisan tangan berwarna hijau di sudut tembok putih itu.

Itulah Jeurat Puteh, makam Syaikh Fairus. Beliau adalah pendiri Dayah Tanoh Abee.

Siapa yang tidak mengetahui Dayah Tanoh Abee? Dayah yang terletak di Kecamatan Seulimum ini merupakan dayah tertua di Serambi Mekah. Tempat para santri menuntut ilmu ini juga memiliki perpustakaan “Zawiyah” yang koleksi manuskrip dan kitab-kitab kunonya terkenal tidak hanya seantero negeri, tetapi juga ke berbagai belahan dunia.

Dayah atau pesantren ini juga pernah saya singgahi saat masih kelas 3 SD. Ya, saat itu, pesantren di Tangse, tempat saya mengaji mengadakan studi tour ke Pesantren itu. Saya ingat jelas, di ruangan tempat sang pemimpin dayah menyambut kedatangan kami, ada foto beliau yang sedang duduk dengan Presiden Soeharto dan berlatar belakang kitab-kitab. Melihat foto tersebut, pikiran anak-anak saya langsung menyimpulkan kalau Tanoh Abee bukanlah dayah sembarangan, buktinya presiden saja pernah berkunjung ke sana.

Namun, baru kali ini saya mengetahui kalau sosok yang dimakamkan di Jeurat Puteh, Fairus Al Baghdady adalah penggagas Dayah yang telah lahir sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda (abad 16 Masehi). Tidak hanya itu, Sang Syaikh juga didaulat menjadi Qadhi Malikul Adil di Kesultanan Aceh.

Al Fairusy, begitu panggilan sang ulama, adalah lelaki yang berasal dari Baghdad dan menyebarkan ajaran Islam di Bumi Seulimum, Aceh Besar. Konon, menurut sejarah, beliau adalah alim ulama yang datang ke Aceh bersama 7 orang saudaranya. Namun, semuanya berpencar menyebarkan ajaran Islam dan Al Fairusy memilih menetap di Aceh Besar dan mendirikan Dayah Tanoh Abee. Kini jika dikalkulasikan, pesantren tradisional itu telah berumur 400 tahun lebih dan dikelola secara turun temurun oleh keturunan beliau.

pesantren tertua di nusantara dan bahkan di Asia Tenggara ini memiliki koleksi perpustakaan yang tidak sembarangan orang diizinkan masuk ke dalamnya. Memang, di perpustakaan yang memiliki ribuan koleksi kitab-kitab kuno yang disalin ke dalam bahasa jawi oleh salah satu pemimpin dayah, Syeh Abdul Wahab, tidak terbuka bebas untuk umum. Bagi yang ingin melihat koleksi kitab di sana, harus mendapat izin langsung dari pimpinan dayah.

Ketika saya hendak menuju ke dalam makam, pintu gerbangnya terkunci. Tidak ada siapapun yang bisa saya minta untuk membukakan pintu karena areal pemakaman itu sangat sepi. Menurut penduduk setempat, Jeurat Puteh itu sengaja dikunci untuk mengantisipasi pencurian pagar besi yang kerap dilakukan orang tidak bertanggung jawab. Seluruh wilayah pemakaman ditembok putih lagi di luarnya karena alasan yang sama.

Walhasil, saya hanya bisa melihat dari sela-sela pintu gerbang isi dari Jeurat Puteh itu. Ada rumah panggung berbentuk rumah Aceh di sana. Lalu bangunan dengan jeruji dan kain hijau tepat di balik batang angsana. Saya tidak bisa menebak di mana makam Al Fairusy berada, yang jelas pasti ada di dalam salah satu bangunan di dalamnya.

(Visited 126 times, 1 visits today)


About

Liza Fathiariani, blogger, traveler, and medical doctor. Author of www.liza-fathia.com and contributor of helloacehku.com


'Berziarah ke Jeurat Puteh, Tanoh Abee' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool