Suatu ketika, saya mengajak seorang teman yang baru tiba dari Jakarta untuk keliling kota Banda Aceh. Saya memboncenginya dengan sepeda motor. Tidak banyak tempat yang kami singgahi sebab hari sudah terlalu sore. Hanya beberapa lokasi dan objek wisata mainstream yang dapat kami kunjungi. Namun, selama perjalanan, ada satu ucapan yang bikin saya sedikit kembang kempis.
“Banda Aceh itu bersih ya, Hat!” ujar si teman saat kami melewati persimpangan kota.
Saya pun tersadar. Eh, bersih ya?
Reflek, selama mengendarai sepeda motor, saya celingukkan kanan-kiri untuk memastikan ucapan si teman. Iya, bersih.
Saya akui, Banda Aceh lumayan bersih. Ungkapan sama juga pernah saya baca dari tweet seorang penulis ternama di Indonesia. Kebetulan si penulis datang ke Banda Aceh untuk mengisi seminar kepenulisan, dan tanpa sengaja melintas di atas jembatan di seputaran kota.
Jekreekkk…
Ia memotret lalu dipostingnya di twitter.
“Sungai kecil di Banda Aceh ini bersih sekali…” ujarnya.
Lantas, followersnya pun berkumpul. Tanya ini itu tentang sungai di postingan si penulis. Saya diam-diam mengikuti. Sekilas ini sungai di Banda Aceh yang lumayan akrab dengan warga kota.
Bagi saya, salah satu indikator untuk melihat kebersihan sebuah kota adalah sungai. Sungai nadi kehidupan. Dari sana segala hal bermuara dan mengalir. Sungai di Banda Aceh terbilang banyak. Setiap jalan di kota ini selalu dilalui sungai-sungai beragam ukuran. Paling terkenal sungai di Banda Aceh adalah Krueng Aceh. Lokasinya sangat strategis sebab berada di pusat kota. Terlebih lagi ukuran sungai ini terbilang sangat luas. Ia seakan-akan membelah kota Banda Aceh menjadi dua bahagian.
Krueng Aceh jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sungai Aceh. Sungai di Banda Aceh ini berhulu di Cot Seukek, Aceh Besar dan bermuara di Desa Lampulo, Banda Aceh. Aliran sungainya lumayan panjang berkisar 145 Km. Selain itu, juga ada beberapa anak sungai yang bermuara ke sungai ini, seperti Krueng Jrue, Krueng Inong, Krueng Seulimum, Krueng Leungpaga, Krueng Keumireun, dan Krueng Daroy.
Menurut sejarah, sungai di Banda Aceh memiliki peranan penting sejak zaman Kesultanan Aceh Darussalam. Contohnya Krueng Aceh yang menjadi jalur paling sibuk tempat kapal-kapal besar masuk dan membawa barang dagangannya. Umumnya kapal-kapal ini berasal dari banyak negara, seperti India, Arab, Turki, Mughal. Kapal-kapal ini bukan cuma mengangkut barang, tetapi juga mengangkut orang yang ingin berniaga di Aceh. Bahkan dulunya pinggiran sisi Krueng Aceh ditumbuhi pepohonan dan aneka bunga. Kerindangan ini dipantau langsung oleh Sultan yang melarang rakyatnya untuk menebang pohon di pinggir sungai.
Namun, keadaan sekarang berubah total. Krueng Aceh tidak lagi menjadi jalur sibuk perdagangan. Sekarang sungai di Banda Aceh ini hanya sekadar lintasan air dari hulu. Jauh dari hiruk pikuk keramaian layaknya zaman kerajaan. Namun, kesepian ini bukan berarti menghilangkan rasa berbeda saat berkunjung ke Krueng Aceh.
Bagi saya, Krueng Aceh tetap menawarkan keindahan dan ketenangan tersendiri. Sungai ini layaknya penawar dahaga di tengah teriknya cuaca Banda Aceh. Airnya tenang dan meneduhkan pandangan. Terlebih lagi, di pesisir Krueng Aceh juga tersedia spot-spot menarik untuk dinikmati. Terutama di kawasan Jalan Cut Meutia yang berdekatan dengan Bank Indonesia. Kawasan ini kerap disebut taman tepi kali. Sebab ada taman-taman mungil yang dibangun di pinggir sungai. Lokasi ini juga dijadikan pusat pembibitan beberapa jenis tanaman.
Selain itu, di taman tepi sungai di Banda Aceh ini juga berdiri sebuah gazebo besar. Di depannya terdapat delapan balkon kayu yang menjorok ke arah sungai. Dari sana, saya bisa melihat view sungai lebih luas dan merasakan gemericik airnya lebih keras. Sebenarnya, taman ini juga dipersiapkan sebagai waterfront city Banda Aceh.
Sebuah dermaga kecil didirikan di area ini sebagai tempat berlabuh boat. Direncanakan, boat akan melintas di sungai ini dan dijadikan jalur transportasi bagi warga kota. Kehadirannya seakan-akan ingin menciptakan kembali masa kerajaan dulu yang menjadikan Krueng Aceh lintasan transportasi. Namun, nyatanya proyek ini kurang berjalan. Saya tidak tahu alasan pastinya kenapa proyek ini gagal.
Walau dipenuhi taman-taman kecil dan warga kota yang sedang beristirahat, sungai di Banda Aceh ini tetap bersih. Tidak ada sampah tergenang di atas perairannya. Di seberang sungai, tepatnya di daerah Peunayong juga tersedia jalur jogging yang terbentang sepanjang sisi sungai. Memang jalur ini jarang digunakan warga kota, tapi setidaknya kehadiran bangku-bangku di tepi sungai menjadi daya tarik sendiri sambil membunuh waktu.
Nah, bagi ezytravellers yang bosan melihat sungai penuh sampah, kotor, jorok, tidak salah untuk menikmati ketenangan di Krueng Aceh ini ya!
'Kamu yang Bete dengan Sungai Kotor, Coba Rasakan Bersihnya Sungai di Banda Aceh' have no comments
Be the first to comment this post!