Aceh digelar dengan sebutan Serambi Mekkah. Ada banyak alasan. Pertama, sebab Aceh merupakan daerah perdana masuknya Islam di Nusantara, Tepatnya di pantai Timur Perlak dan Pasai. Sejarah mencatat kegemilangan pemerintahan Islam di Kerajaan Perlak dan Kerajaan Samudra Pasai.
Hal utama lainnya adalah daerah Aceh pernah menjadi pangkalan haji untuk seluruh Nusantara. Dahulu, transportasi lintas negara hanya menggunakan jalur laut. Belum adanya pesawat terbang sebagaimana sekarang. Para pehaji dari Indonesia, sebelum mengarungi Samudra Hindia, terlebih dahulu menghabiskan waktu sampai enam bulan di Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh, sekarang).
Sejarah lainnya yang tak kalah cemerlang, daerah Aceh pernah menjadi rujukan ilmu pengetahuan di Nusantara, dengan hadirnya Jami’ah Baiturrahman. Para penuntut ilmu di Aceh datang dari berbagai penjuru dunia; Turki, Banglades, Pattani, Brunai Darussalam, Malaysia, Filipina dan India.
Sistem pendidikan agama dimulai dari Madrasah (Meunasah), lanjut dengan Bale Beut (Balai pengajian) dan kemudian tingkat tertingginya adalalah Dayah (Pondok Pesantren). Kata Dayah merupakan saduran dari kata Zawiyah (bahasa Arab) yang berarti pojok. Diambil dari nama sudut rumah Arqam bin Abi Al Arqam, tempat pertama Rasulullah mengisi pengajian secara sembunyi-sembunyi bagi pemeluk Islam masa itu.
Pendidikan semacam ini masih terus berlanjut di Aceh hingga sekarang. Saat anda bertandang ke Aceh, anda tidak hanya menemukan 1001 warung kopi, namun juga akan anda dapati 1001 tempat mengaji.
Bila datang ke Aceh, singgahlah di salah satu dari sekian banyak Dayah. Setidaknya ada 817 Pondok Pesantren yang terdaftar di Bidang Pemberdayaan Sistem Informasi dan Teknologi Telematika (Dishubkomintel Aceh), banyak lagi yang belum terdaftar tentunya. Beberapa diantaranya yang paling populer seperti:
1. Dayah Darussalam, Labuhan Haji – Kab. Aceh Selatan
Darussalam merupakan salah satu pusat kajian ilmu tauhid dan tasawuf tertua di Aceh. Didirikan oleh Syeh Muda Waly Al Khalidy. Sejak berdiri tahun 1942, ribuan Tengku (read; Ustaz) dan ulama telah lahir dari pondok pesantren ini. Darussalam tak jauh berbeda dalam hal pengajaran ilmu nahwu dan sharaf. Demikian juga dalam ilmu ushul fiqih dari berbagai kitab Islam dan ilmu hadis, tafsir, serta tasawuf.
Hanya saja, Istimewanya, Dayah ini mengusung paham Naqsyabandiyah, salah satu tarekat yang penyebarannya begitu luas. Tarekat yang mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf. Pesantren yang menggenggam paham Naqsyabandiyah lazimnya menerapkan suluk sebagai cara menggapai ridha Ilahi, jalan untuk penyucian diri. Dalam suluk, manusia ditempa untuk benar benar meninggalkan aktifitas duniawi meski tak sepenuhnya melepaskan rutinitas hari-hari. Ibadah suluk lazim dilakukan sepanjang bulan Ramadhan.
2. Dayah Mudi Mesra, Samalanga - Kabupaten Bireun
MUDI MESRA merupakan singkatan dari Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya. Dayah ini berlokasi di Mideun Jok Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga - Kabupaten Bireun. Kabarnya, Dayah ini telah berdiri sejak zaman Sultan Iskandar Muda. Pimpinan pertama Dayah ini bernama Faqeh Abdul Ghani. Sayangnya, khazanah ini tidak tercatat berapa lama ia memimpin dayah, dan siapa pula penggantinya.
Barulah pada tahun 1927, dijumpai secara jelas catatan tentang kepemimpinan Dayah ini. Pada tahun tersebut, Dayah ini dipimpin Teungku H. Syihabuddin bin Idris, dilanjutkan oleh adik iparnya bernama Tgk H. Hanafiah bin Abbas. Lalu diteruskan oleh Tgk. Abdul Aziz bin M. Shaleh, menantu Tgk H Hanafiah.
Kini Dayah Mudi berada di bawah pimpinan Syekh Hasanul Basri dengan jumlah santri lebih kurang 6000 orang. Tentunya ini merupakan perkembangan yang luar biasa.
3. Dayah Ulee Titi, Lambaro - Kab. Aceh Besar
Pondok pesantren ini didirikan oleh Tengku H. Ishaqal-Amiry (seorang Ulama kharismatik Aceh) semenjak sepertiga abad silam, dan hingga kini terus berkembang. Dayah Ulee Titi beralamat di Desa Siron, Kecamatan Ingin Jaya - Kabupaten Aceh Besar. Dayah Ulee Titi bisa dikatagorikan salah satu pesantren tertua di tanah Aceh yang penuh dengan balutan sejarah.
Lokasinya Dayah Ulee Titi sangat strategis. Berada di pinggir jalan raya menuju Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, hanya berjarak 10 KM dari Kota Banda Aceh. Di dalamnya tampak beberapa bangunan asrama pemondokan santri, ruangan kantor serta balai–balai pengajian. Aktivitas Dayah Ulee Titi berada di bawah naungan Yayasan Ulee Titi. Yayasan ini terdiri dari lima kemukiman yang ada dilingkungan Dayah Ulee Titi.
4. Dayah Istiqamatuddin Darul Mu’afrif Lam Ateuk
Dayah Darul Muarrif didirikan tahun 1969 oleh Almukarram Tengku Haji Muhammad bin Zamzami, atau kerap dikenal dengan sebutan Abu Amat Perti. Beliau merupakan alumnus Dayah Darussalam, Labuhan Haji. Hingga saat ini, Dayah Darul Mu’arrif hanya fokus pada pendidikan agama, sama sekali tidak berkeinginan untuk menjadi pesantren terpadu. Bahkan, tidak ada selembar ijazah pun bagi santri yang menuntut ilmu di Dayah ini. Cukuplah keridhaan Allah sebagai tujuan dari pelajar agar mereka benar-benar ikhlas menuntut ilmu.
Dayah terus berkembang, jumlah santrinya kini mencapai angka ribuan orang, diantaranya berasal dari berbagai wilayah di Aceh, juga berasal dari provinsi lain di Indonesia, seperti Riau, Palembang. Ada puluhan santri yang berasal dari luar negri, seperti Malaysia dan Kamboja.
Sejak berdirinya hingga sekarang, Darul Mu’arrif telah melahirkan 12 Dayah Lainnya yang tersebar di seluruh Aceh, diantaranya: Dayah Darul Huda, Sawang- Kabupaten Aceh Selatan, Dayah Raudhah, Kuala Batee - Kabupaten Aceh Barat Daya, Dayah Baitush Shabri, Kuta Baro – Kabupaten Aceh Besar. Dayah Serambi Aceh – Kabupaten Aceh Barat, dan lainnya.
5. Dayah Ruhul Fatah, Seulimum – Kab. Aceh Besar
Lembaga Pendidikan Islam Dayah Ruhul Fatah terletak di Gampong Seulimeum, Kecamatan Seulimeum - Kabupaten Aceh Besar. Lebih kurang 42 KM dari Kota Banda Aceh.
Dayah Ruhul Fatah didirikan oleh Almukarram Tgk. H. Abdul Wahhab bin ‘Abbas bin Sayed Al-Hadhrami pada tahun 1946. Pada awal pendirian, Dayah ini hanya memiliki beberapa balai pengajian, dimana pengajiannya hanya kepada masyarakat di sekitar Dayah. Seiring waktu, Dayah ini mulai berkembang, santri yang belajar tidak hanya berasal dari Kecamatan Seulimum tetapi juga berasal dari luar Kecamatan bahkan Kabupaten, sehingga Dayah ini sudah dikenal di seluruh Aceh.
'Kunjungi Aceh. Tanah 1001 Pesantren' have no comments
Be the first to comment this post!