Beberapa minggu lalu, saya berkunjung ke Bireuen, salah satu kabupaten di Aceh. Letaknya sekitar lima jam perjalanan darat dari Banda Aceh. Bireuen menyimpan banyak sejarah dan keunikan tersendiri. Daerah ini pernah menjadi Ibukota Indonesia ketiga setelah Yogyakarta dan Bukit Tinggi jatuh ke tangan penjajah saat agresi kedua Belanda. Walau sebentar, tapi cukup membuat sejarah tersendiri bagi kabupaten yang dikenal sebagai Kota Juang ini.
Selain panjangnya sejarah, Bireuen juga dikenal sebagai salah satu pusat perekonomian di Aceh. Letaknya yang strategis sebagai jalur lintasan timur dan tengah Aceh menjadi alasan kuat mengapa kabupaten ini berdenyut kencang. Perekonomian baik tentu menumbuhkan kreatifitas warga dalam meraup rupiah. Salah satunya home industri yang menjadi andalan ekonomi kabupaten pecahan Aceh Utara ini.
Keripik pisang dan keripik ubi adalah beberapa cemilan khas kabupaten Bireuen. Hampir kebanyakan warganya menggeluti usaha ini. Menemukan keripik Bireuen-begitu orang-orang menyebutnya- bukanlah hal yang sulit. Tapi jika Anda cermat, bukan hanya keripik pisang dan keripik ubi yang layak dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Bireuen. Masih ada cemilan lainnya yang patut dicoba. Salah satunya adalah kudapan nagasari Bireuen.
Seingat saya, kudapan nagasari ini semakin berjamur di awal tahun 2008 lalu. Banyak toko yang awalnya hanya menjual keripik, kini menyuguhkan nagasari Bireuen sebagai oleh-oleh andalannya.
Salah satu nagasari Bireuen yang terkenal adalah nagasari Cipuga Rasa Kak Ramlah. Usaha ini telah ada sejak tahun 2008 silam. Menuju kemari saya harus melintasi jalan Pasar Ikan Lama yang sesak dengan aktivitas ekonomi warga.
Dari jalan utama Banda Aceh-Medan, toko ini tidak terlihat. Tapi plang nama Nagasari Cipuga Rasa yang terpajang di salah satu warung kopi di depannya, memudahkan saya menemukan tempat usaha ini. Terlebih lagi, usaha nagasari cipugasa rasa ini berada di pusat kota dan berdekatan dengan terminal sehingga selalu ramai pembeli.
Di toko yang sempit, berjajar puluhan kotak nagasari cipuga rasa. Kotak disusun rapi di dalam lemari dan sebagian lagi disusun tinggi di atas meja. Seorang pegawai menggunting daun pisang pembungkus nagasari lalu menyusun rapi ke dalam kotak. Nagasari Bireuen berwarna hijau sebab dihasilkan dari perasan daun pandan.
Saya merasakan langsung sensasi mencicipi nagasari Bireuen di toko ini. Penjualnya menyuguhkan nagasari panas yang baru selesai dikukus. Uap panasnya masih terasa saat saya membuka perlahan daun pisang. Rasanya? Hmm… manis dan gurih! Nagasarinya empuk dan sedikit kenyal berasal dari komposisi tepung, gula pasir, santan, dan garam. Semakin nikmat, sebab nagasari Bireuen berisikan bermacam-macam rasa seperti nangka dan pisang raja. Ada juga jenis nagasari kosong yang tidak berisikan apa-apa.
Harga nagasari Bireuen terbilang murah dan tergantung jumlah bungkusannya. Satu kotak isi 12 bungkus seharga Rp 15 ribu, isi 20 bungkus seharga Rp 17 ribu, hingga isi 110 bungkus seharga Rp 132 ribu. Nagasari bisa disimpan di kulkas dan bertahan hingga satu minggu. Jika hanya mengandalkan suhu ruangan, nagasari hanya bertahan dua hari.
Kepingin mencoba? Yuk, segera ke Bireuen!
'Manis dan Empuknya Nagasari Bireuen' have no comments
Be the first to comment this post!