Masjid Tuha di Tengah Robusta Ulee Kareng

Ulee Kareng terkenal sebagai kawasan wisata kopi di Banda Aceh. Daerah yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota ini, berdiri banyak warung kopi yang menyeduhkan beragam aroma. Di sini terkenal dengan cita rasa kopi robusta-nya yang kuat. Namun siapa sangka, di kawasan ini ternyata menyimpan begitu banyak sejarah masa lalu kejayaan Aceh. Salah satunya adalah Mesjid Tuha.

Masjid Tuha Aceh atau masjid tua adalah salah satu bangunan peninggalan masa kerajaan Aceh dulu. Letak masjid ini tidak begitu jauh dari simpang tujuh Ulee Kareng. Sebuah papan penunjuk jalan tertancap di sebilah kayu di belakang emperan toko: jalan Masjid Tuha.

Masjid Tuha Ulee Kareng tampak dari depan. Sumber: www(dot)ferhatt(dot)com

Berjalan sekitar 150 meter dari muka lorong, dari kejauhan tampak bangunan tua dengan dinding tersusun bilahan kayu. Bangunan ini agak sedikit tertutup dengan deretan pertokoan yang memanjang dari muka jalan. Masjid ini terlihat masih kokoh walau usianya ditaksir sudah beratus tahun. Kayu penyangga masih kuat, menahan bilah-bilah kayu yang menompang seng yang terlihat sudah berkaratan. Sekilas, bangunan masjid ini hampir mirip Masjid Indrapuri atau Masjid Peulanggahan. Arsitektur bangunannya serupa dengan atap tumpang tindih.

Suasana di Masjid Tuha Ulee Kareng yang masih digunakan hingga sekarang. Sumber: www(dot)ferhatt(dot)com

Siapa pun yang bertandang ke sini, akan berdecak kagum. Tak menyangka, di antara padatnya pertokoan dan riuhnya warung kopi, masih berdiri bangunan tua yang sudah ada sejak abad 18. Konon, Masjid Tuha Aceh ini didirikan oleh Sayyid AL Mahalli seorang ulama dari Arab. Ia datang ke Aceh bersama anaknya dan Tgk. Di Anjong untuk mensyiarkan ajaran Islam.

Sesampai di Aceh, Sayyid Al Mahalli memilih desa Lamreung sebagai tempat mensyiarkan ajaran Islam, sedangkan Tgk. Di Anjong memilih desa Peulanggahan. Maka tak heran, sekilas Masjid Tuha Ulee Kareng ini hampir sama dengan Masjid Di Anjong Peulanggahan. Bedanya, Masjid Di Anjong mempunyai tiga tingkat, sedangkan Masjid Tuha Aceh memiliki satu tingkat. Untuk ukuran sebuah tempat ibadah, masjid ini terbilang kecil. Hanya mampu menampung beberapa shaf saja. Bangunannya berbentuk persegi dengan tangga utama yang hanya dua pijakan. Tangga ini berbatasan langsung dengan badan jalan yang menghubungkan ke pemukiman penduduk. Dulunya, di depan masjid Tuha Aceh ini terdapat kolam sebagai wadah air membilas kaki. Namun karena pelebaran jalan di tahun 1990an, kolam tersebut terpaksa dibongkar.

Atap Masjid Tuha Ulee Kareng yang mengadopsi atap nusantara yang berbentuk atap tumpang tindih. Sumber: www(dot)ferhatt(dot)com

Dari segi bangunan, Mesjid Tuha Ulee Kareng ini mengikuti arsitektur masjid Nusantara yang beratap tumpang. Desain mesjidnya tidak jauh berbeda dengan Masjid Indrapuri, Masjid Tgk Di Anjong, ataupun Masjid Pancasila yang dibangun di era Soeharto. Tapi jika dibandingkan Masjid Indrapuri, bangunan masjid ini jauh lebih kecil. Sebab bangunannya kecil, desain atap pun berbentuk rundeng atau atap bersusun dua. Atap bersusun dua seperti ini mengakibatkan adanya rongga besar di antar kedua atapnya. Rongga besar ini didesain sebagai tempat sirkulasi udara sehingga masjid tidak panas dan terasa lebih sejuk. Gaya atap seperti ini sangat cocok untuk iklim tropis. Selain itu, teknik atap seperti ini melindungi kayu dari pelapukan sebab sirkulasi udara yang lancar.

Maka tak heran, walaupun masjid ini sudah ada sejak abad 18, kayu penyangganya masih tetap kokoh. Ukiran kayunya masih terlihat jelas dan rapi. Bahkan di bilah kayu yang melintang di tengah masjid, terukir rapi doa qunut. Keberadaan masjid ini cukup menggambarkan bagaimana kekhasan masjid asli Indonesia. Selain berbentuk atap tumpang, tiang penyangga masjid ini juga berbentuk bulat persegi delapan. Hal ini berbeda dengan masjid yang didirikan oleh penjajah Belanda yang tiangnya berbentuk bulat sempurna.

Walaupun telah berusia ratusan tahun, masjid ini tetap kokoh. Sumber: www(dot)ferhatt(dot)com

Walaupun telah berusia ratusan tahun, Masjid Tuha Aceh ini masih difungsikan hingga sekarang. Sebuah tempat wudhu dibangun di sisi kanan masjid untuk memudahkan para jamaah. Sedangkan di sudut halaman dibangun kamar mandi. Lantai masjid pun telah dipoles keramik sehingga memberikan kenyamanan lebih bagi para jamaah sekaligus meninggikan lantai masjid agar tak sejajar dengan jalan. Namun, penimbunan ini menghilangkan nilai historis. Akibatnya, semen penyangga tiang yang biasanya terletak dibawah tameh, tidak tampak lagi akibat tertimbun.

Keterasingan Masjid Tuha Aceh ini sudah sepantasnya mendapat perhatian pihak terkait. Semoga semangat syiar Islam yang dibawakan oleh Sayyid Al Mahalli sejak ribuan tahun lalu, terus berdenyut di masjid tua ini.

Mau liburan ke Aceh? Cari di sini: tiket pesawat dan hotel


About

Hobi menulis. Tukang koleksi buku. Penulis serial “Teller Sampai Teler” (Elexmedia 2014). Follow twitter @ferhatmuchtar
email; [email protected]
Baca tulisan lainnya di www.ferhatt.com (kunjungi yaa)


'Masjid Tuha di Tengah Robusta Ulee Kareng' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool