Beberapa tahun terakhir ini, gaya hidup sehat dan kembali ke alam mulai menjadi tren lagi. Gaya hidup yang pernah mencuat di periode 80’an ini sekarang mulai menjadi pilihan bagi banyak kaum muda. Mendaki gunung, salah satunya. Selain mendaki betulan, yang melibatkan persiapan matang dari segi fisik, pengetahuan bertahan hidup, perlengkapan yang serius, mendaki santai dengan berjalan kaki, gowes dengan sepeda, atau bahkan naik kendaraan bermotor (sampai pos tertentu) juga menjadi salah satu pilihan yang disukai. Alasan yang membuat semakin banyak yang meminati wisata alam di Aceh.
Sebagai sebuah provinsi, Aceh adalah wilayah dengan paket wisata alam yang lengkap. Pilihan yang tersedia sangat luas. Pantai yang menawan, perjalanan keliling pulau eksotis, menjelajah pulau terpencil, menyusuri hutan pesisir, atau mendaki dan menikmati tantangan pegunungan. Paket kombinasi juga tersedia, wisata mendaki gunung yang berujung ke pantai nan menawan. Hutan dengan paket perjalanan sungai dari pantai. Atau pantai dengan tebing batu menantang yang berujung pada hutan pegunungan yang indah.
Dari begitu banyak pilihan, salah satunya adalah mendaki Bur Gayo, kesempatan yang rugi bila diacuhkan ketika berkunjung ke Takengon, ibu kota Kabupaten Aceh Tengah.
Sebagai salah satu dari tiga Kabupaten yang berada di Dataran Tinggi Gayo, wisata beraroma kopi adalah alasan terbesar untuk medatangi wilayah Aceh Tengah. Terlebih sejak meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kopi dalam tahun-tahun belakangan ini, bersamaan dengan Coffee Wave yang melanda seluruh dunia. Memicu berkembangnya begitu banyak coffee house modern, hampir di setiap kota. Nama kopi Gayo yang sejak lama telah diakui sebagai salah satu kopi terbaik di dunia, menjadi semakin terangkat. Kalau sebelumnya hanya di kalangan pecinta kopi, maka sekarang bahkan kalangan umum pun mulai mengenal nama kopi Gayo.
Filosofi kopi, film yang tayang beberapa saat lalu di layar lebar, termasuk salah satu yang menambah terkenalnya nama kopi Gayo dan wilayah Dataran Tinggi Gayo bagi kalangan umum.
Tapi selain soal kopi, masih banyak pilihan lain yang bisa dinikmati di kota pegunungan ini. Bersantai di Danau Lut Tawar, danau yang begitu besarnya sampai dianggap laut oleh penduduk lokal. Menikmati kuliner khas Dataran Tinggi Gayo seperti masam jing mujair yang asam pedas dengan bumbu herba khas gayo, atau pengat ikan depik, ikan unik yang hanya ada di danau Lut Tawar. Atau mendaki santai Bur Gayo, gunung yang hanya sejengkal dari pusat kota Takengon.
Bur, dalam bahasa Gayo berarti Gunung. Jadi secara sekilas makna, Bur Gayo berarti Gunung Gayo. Secara administratif gunung ini berada dalam wilayah kekuasaan tiga desa. Pedemun, Kampung Bale, Kampung Bujang. Jalur untuk mendaki Bur Gayo Aceh Tengah ini bisa melalui tiga desa atau kampung itu. Bagi yang suka menjajal kemampuan dan penganut aliran ‘pendaki gunung resmi’ biasanya akan memilih jalur pendakian melalui Kampung Bale. Bale dibaca dengan pengucapang huruf ‘e’ seperti anda mengatakan ‘rambut perang’ bukan seperti kata ‘pedang’.
Tapi untuk penyuka mendaki santai, pilihannya adalah lewat Pedemun atau Kampung Bujang. Jangan tanyakan kenapa namanya Kampung Bujang. Sebagian penduduk yang bermukim di kampung ini sekarang adalah para pendatang dan generasi muda, yang rata-rata hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala soal asal muasal nama kampung itu. Beberapa penduduk menunjuk ke rumah seorang warga senior, yang sayangnya sedang tidak ditempat saat itu. Jadi, mungkin soal sebab musabab nama kampung ini kita tuliskan di tulisan lain, nanti.
Jalur untuk mendaki melalui Kampung Bujang atau Pedemun adalah jalan yang sebagian besar sudah beraspal dan terhubung. Umumnya perjalanan akan dimulai lewat Kampung Bujang, dan berakhirnya di Pedemun. Alasannya sederhana saja, lebih dekat dari kota. Hanya sekitar lima sampai tujuh menit dari pusat kota untuk sampai ke titik awal jalan. Tidak sulit dilewati, bisa dengan berjalan kaki, naik sepeda, motor, bahkan mobil. Jalan yang cukup bagus dan lebar ini menyusuri sisi gunung sampai ke puncak, lalu menurun sampai ke wilayah Pedemun yang berada ditepi danau Lut Tawar juga. Seperti Kampung Bale dan Kampung Bujang letaknya juga ditepi danau.
Menyusuri jalan aspal itu saja sudah menjadi hiburan yang menawan. Sisi kiri lereng mendaki dan sisi kanan lereng menurun, penuh ditumbuhi berbagai tanaman, tapi secara umum didominasi pohon cemara. Pada salah satu titik, lereng menurun membuka menghadirkan pemandangan kota Takengon dengan latar pegunungan disatu sisi, dan danau di sisi lain. Salah satu tempat yang dijadikan titik untuk berfoto. Banyak pilihan memang tapi secara pribadi saya rekomendasikan lima titik. Yang pertama, itu tadi.
Yang kedua, adalah sebuah tikungan di dekat puncak gunung. Titik ini juga salah satu spot terkenal untuk dijadikan latar belakang dokumentasi foto perjalanan ke Takengon. Dari ketinggian, dengan terbingkai batang cemara, tampak pemandangan danau Lut Tawar di bawah sana.
Yang ketiga, puncak Bur Gayo. Kalau anda memandang gunung yang mengelilingi kota Takengon, anda akan melihat ada tanda berupa tulisan besar terpasang di gunung. Gayohighland berwarna putih, seperti tanda Hollywood di Amerika. Di bawahnya ada tulisan lain berwarna merah putih, Tanoh Gayo. Berbeda dengan dua titik sebelumnya, untuk naik ke sini, tidak bisa menggunakan mobil. Kalaupun menggunakan motor, harus berhenti setidaknya sekitar 10 menit sebelum puncak. Bisa kalau berkeras, tapi sangat tidak dianjurkan. Tidak jauh dari titik kedua tadi terdapat dua jalan untuk menuju puncak. Satu berupa tangga beton, satu lagi jalan tanah.
Yang keempat, nah ini rekomendasi pribadi. Letaknya dalam perjalanan menurun, lebih kurang sekitar tiga per empat hampir sampai ke ujung jalan yang melingkari gunung. Ada sepenggal wilayah jalan yang terlihat seperti berada diwilayah yang sangat terpencil, jalan tanah dengan pepohonan menjulang tinggi disekitar. Spot yang bagus untuk foto. Orang akan menyangka anda berada di wilayah yang jauh di tengah pengunungan terpisah dari peradaban. Cukup bagus untuk mengisengi teman anda di kota.
Dan yang kelima, adalah ketika anda mencapai jalan aspal di wilayah Pedemun. Pemandangannya membuka ke lembah dengan perkampungan di bawah, dan ‘teluk’ berbingkai dua sisi pegunungan. Perkampungan yang terlihat adalah One-One. Dibaca apa adanya seperti tertulis, o-ne o-ne, jangan dibaca wan wan, ini nama kampung bukan bahasa inggris. One-one adalah salah satu pusat jajanan kuliner khas Gayo.
Perjalanan yang paling lama hanya membutuhkan waktu setengah hari, sudah termasuk berhenti berfoto, dan menikmati makanan di lereng gunung kalau membawa bekal. Jadi tunggu apalagi. Ayo ke Gayo.
'Mendaki Santai Di Bur Gayo Aceh Tengah' have no comments
Be the first to comment this post!