Makam Teuku Umar

Menelusuri Jejak Teuku Umar di Aceh Barat

Menelusuri Jejak Teuku Umar di Aceh Barat
5 (100%) 1 vote

Suara alam yang bersenandung kencang. Hutan lindung yang memperlihatkan pucuk-pucuk pohon tinggi. Awan berarak yang mengintip dari pohon itu. Cicit burung entah berasal dari mana. Dan suara-suara lain yang menambah kesyahduan keheningan suara tawa dan canda. Begitulah, aroma yang saya rasakan begitu memasuki hutan yang terbentang luas di kawasan Aceh Barat ini. Sejak kecil, saya sering masuk hutan menemani mak yang menakik karet. Saya yang rewel dibawa ke tengah hutan kampung, melawan nyamuk yang terbang di sekeliling, juga ketakutan melihat babi menyusui anaknya, bahkan termenung melihat monyet melompat ke sana-kemari.

Hutan yang saya kunjungi kali ini, bukanlah hutan yang dipenuhi para penakik karet. Di tengah hutan itu, setelah turun-naik tangga yang berlumut, salah-salah injak bisa terpeselet dan jatuh, saya menemukan beberapa bangunan khas Aceh di antara pohon-pohon besar. Bukan rumah saudara. Bukan bangunan yang ditempati manusia. Bukan rumah pekebun di dalam rumah. Karena saya tak perlu bersusah payah mengunjugi orang tak dikenal jika itu benar.

Di depan mata memandang itu, adalah kompleks pemakaman Teuku Umar. Saya menghela napas panjang setelah menempuh perjalanan lebih kurang satu jam dengan menggunakan kendaraan roda dua, dari Meulaboh, Aceh Barat. Kompleks makam Teuku Umar ini terletak di Gampong Mugo, Panton Reu, Kecamatan Kaway XVI. Jarak kompleks makam ini dengan Kota Meulaboh lebih kurang 35 KM. Pemakaman Teuku Umar dijaga oleh seorang penjaga yang ditugasi membersihkan area, juga menjadi teungku dalam melepas nazar orang yang berkunjung ke sana.

Mencapai kuburan Teuku Umar, cukup melelahkan. Dulu, sebelum masa modern, waktu saya masih kecil lagi, kami berjalan kaki sangat jauh karena kendaraan hanya bisa dilewati sampai ke bibir hutan – waktu itu saya belum bisa membedakan jarak jalanan yang kami lalui. Jalan kaki beramai-ramai sebelum mulai menuruni anak-anak tangga yang belum tersemen beton. Kini, kendaraan roda dua bisa langsung sampai ke depan kompleks. Jalan menuju kompleks sudah diaspal kasar dan dibentuk dengan rapi sehingga memudahkan pengunjung. Lebih kurang satu kilometer dari tempat parkir sepeda motor, saya langsung bisa menjumpai Makam Teuku Umar pahlawan yang agung dari Aceh setelah turun dan naik tangga berlumut. Tangga itu pun sudah dibuat penyangga, sehingga saya bisa berpegangan pada penyangga yang terbuat dari aluminium.

Banyak perubahan di kompleks Makam Teuku Umar. Dulu, hanya sebagian kecil bangunan yang berdiri di sana. Itu pun berbentuk biasa saja. Saat ini, sudah berdiri beberapa bangunan dan terdapat pula bale berbentuk besar yang digunakan untuk menampung pengunjung dalam jumlah besar. Bangunan di sini juga sudah terlihat sangat mewah, selain mempertahankan bangunan tua dari kayu juga telah berdiri bangunan dari beton dengan warna cat putih, cokelat dan cokelat tua. Selain bangunan, terdapat tempat wudhu yang telah dibuat dari beton. Perubahan bangunan di sekeliling kompleks menandakan bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat tidak lagi meninggalkan lingkungan sejarah yang begitu berarti ini.

Lihatlah ke Makam Teuku Umar!

Monumen Makam Teuku Umar

Monumen Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Jalan Setapak Menuju Kompleks Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Tangga Menurun Menuju Kompleks Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Tangga Menurun Menuju Kompleks Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Kompleks Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar dari bawah

Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar mendapatkan perlakuan yang sama. Di atas makam didirikan bangunan semi permanen dengan enam tiang yang menyangga atap yang terbuat dari kayu dan seng. Menaiki enam anak tangga yang dibungkus keramik cokelat, saya langsung menjumpai Makam Teuku Umar yang telah dipagari beton. Makam ini sama dengan makam lainnya. Tak ada yang beda. Perbedaannya terletak pada inilah Teuku Umar, sosok yang begitu dibanggakan Indonesia dan ditakuti Belanda.

Teuku Umar yang gagah dan berani telah disemanyamkan di hutan lindung ini. Makamnya tidak hanya dijadikan tempat wisata religi semata. Bagi masyarakat Aceh Barat – pada umumnya – menjadikan Makam Teuku Umar sebagai makam keramat dan melepas nazar di sana. Entah karena dasar yang kuat dari mana, tetapi nazar untuk datang ke Makam Teuku umar itu karena makam ini dianggap punya “sesuatu” yang keramat tersebut. Beragam bentuk nazar yang dilepaskan di Makam Teuku Umar. Ada nazar sembuh dari sakit, nazar selesai masalah besar maupun nazar turun mandi bayi. Orang-orang yang datang melepas nazar biasanya berombongan dan mereka akan makan besar di bale maupun di tempat-tempat yang telah tersedia lainnya. Orang-orang akan membawa bekal dari rumah, ada pula yang memotong kambing di kompleks makam ini. Tempat pemotongan kambing pun telah tersedia dengan rapi berikut tempat memasaknya, kuali dan kayu kering telah tersedia di sana.

Lepas nazar yang dilakukan beragam. Ada yang shalat di musalla. Ada yang mandi di depan makam. Ada yang menginjakkan kaki di depan makam, bagi bayi baru lahir. Semua itu dilakukan dengan sakral dan selalu ada di hari-hati tertentu. Sebagian besar masyarakat Aceh Barat yang mengunjungi Makam Teuku Umar sekarang ini hanya untuk melepas nazar saja. Barangkali, sudah teramat sering mereka ke sana.

Makam Teuku Umar

Melepas Nazar di Makam Teuku Umar

Makam Teuku Umar

Melepas Nazar di Makam Teuku Umar

Pada waktu dulu, di salah satu pohon di depan makam tersebut, terdapat air yang keluar dengan sendirinya. Air itu terus keluar dan orang-orang bebas mengambilnya untuk minum maupun mencuci muka. Saat ini saya tidak menemukan air itu lagi. Walaupun pohon tersebut tetap ada. Selain itu, juga terdapat anak tangga di sebelah kiri Makam Teuku Umar, yang membawa saya ke tempat tinggi lainnya. Namun, saya tidak mendapatkan izin menaiki tangga terlalu tinggi karena – saya pun tidak tahu alasannya. Penjaga makam hanya mengatakan, jangan.

Inilah saksi sejarah. Di saat orang-orang mengingat dan datang karena berbagai alasan, di situ pula kenangan tersebut diingat. Teuku Umar tak lain seorang pejuang yang tanggung, pintar, cerdik dan alim agama. Keberaniannya dipuja-puji sampai kini. Namanya diabadikan sebagai salah satu kapal dengan sebutan KRI Teuku Umar. Namanya juga dijadikan nama jalan di Kota Meulaboh dan Banda Aceh. Tak hanya di Aceh, di Jakarta, nama Teuku Umar juga dijadikan nama jalan, di daerah kediaman mantan Presiden Indonesia, Megawati Soekarno Putri.

Sekilas mengulang sejarah…

Teuku Umar lahir pada 1854. Ia anak dari Teuku Achmad Mahmud, seorang uleebalang di Meulaboh kala itu. Uleebalang adalah orang yang dihormati atau pemimpin. Sejarah mencatat bahwa Teuku Umar tidak pernah mengecap pendidikan formal. Teuku Umar yang terkenal cerdik telah berani melawan Belanda pada usia 19 tahun. Teuku Umar meninggal pada 11 Februari 1899 (bertepatan dengan bulan Ramadhan), Ujong Kalak, Johan Pahlawan, Meulaboh pada usia 45 tahun, setelah dikepung tentara Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Van Heuzt.

Di tempat Teuku Umar mengembuskan napas terakhir dibangun tugu yang menandai begitu pentingnya mengingat sejarah. Tugu tersebut sempat hancur terkena tsunami di akhir 2004. Tugu ini kembali dibangun dengan bentuk serupa, Kupiah Meukeutop dengan tinggi sekitar 10 meter di lokasi Ujong Kalak. Kupiah meukeutop merupakan penutup kepala khas Teuku Umar yang kemudian menjadi lambang penutup kepala laki-laki Aceh secara adat.

Makam Teuku Umar

Kupiah Meukeutop, Ujong Kalak, Meulaboh

Makam Teuku Umar

Ujong Kalak, Meulaboh, Awal 2015

Teuku Umar memulai sejarah besar dalam peperangan melawan Belanda. Taktik dan tipu muslihat yang dipraktikkannya membawa pengaruh besar pada dunia. Sebagai bayangan saja, pada tahun 1893 Teuku Umar menyerahkan diri pada Gubernur Belanda Deykerhooff di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dan mendapatkan gelar Teuku Umar Johan Pahlawan. Penyerahan diri Teuku Umar kala itu adalah untuk dapat “bekerjasama” kembali dengan Belanda. Pembenaran itu nyata terlihat saat Teuku Umar berhasil mengambil alih 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, uang 18.000 dollar dari Belanda pada 30 Maret 1896. Perjuangan yang melelahkan telah Teuku Umar jalani selama lebih kurang 26 tahun. Nama Teuku Umar tak hanya dikenal namun juga disegani dan ditakuti. Perjuangan Teuku Umar bisa dibaca di berbagai literatur dengan referensi terpercaya.

Dan, mengingat sejarah tak hanya membaca literatur saja. Jika berkenan, kami tunggu Anda di kompleks Pemakaman Teuku Umar. Menikmati sejuknya alam dan mengarungi sebuah perjuangan sebelum menggapai kemerdekaan.

***

Gampong: Kampung

Teungku: sebutan untuk orang alim agama (nama lain ustad)

Bale: bangunan terbuka serbaguna, terdiri dari tiang, alas dan atap.

(Visited 525 times, 1 visits today)


About

Pemimpi|www.bairuindra.com|@bairuindra


'Menelusuri Jejak Teuku Umar di Aceh Barat' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool