Seni Mematikan Dari Aceh

Ketika berkunjung ke Aceh lalu disebutkan kata seni tradisional Aceh, biasanya yang terpikir adalah tarian. Entah itu Seudati, tari legendaris yang dipercaya berasal dari wilayah Geuging, Pidie. Atau Saman. Tarian dari Dataran Tinggi Gayo, yang telah diakui sebagai kekayaan seni dunia oleh UNESCO.

Wajar saja. Seudati, merupakan salah satu tarian yang paling melekat dengan nama Aceh. Tarian ini oleh sebagian orang namanya dianggap berasal dari kata syahadat dan merupakan simbol pengagungan terhadap Islam. Sedangkan sebagian lainnya meyakini kata seudati berasal dari seurasi kata bahasa Aceh yang maknanya kurang lebih adalah harmonis, seiras, cocok, atau kebersamaan.

Begitu juga dengan tarian Saman Gayo. Terkenal karena koordinasi geraknya dan juga dinamisme yang tinggi. Tarian dengan tingkat kesulitan tinggi ini juga merupakan salah satu yang diingat ketika orang berkunjung ke provinsi Aceh. Tarian ini memang berasal dari wilayah Dataran Tinggi Gayo, sebuah wilayah yang kini melingkupi tiga kabupaten di wilayah tengah provinsi Aceh. Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Bahkan sejak Saman Gayo berhasil memukau dunia ketika memecahkan rekor, semakin banyak orang dari berbagai negara mencoba menjajal kemampuan diri dalam menarikan tarian ini.

Selain kedua tarian itu, juga ada beberapa tarian lain semisal Likok Pulo, Ratoh Jaro, ataupun Tarek Pukat. Sangat sedikit yang membayangkan Senjata dan Pertarungan ketika ada yang menyebutkan seni di Aceh. Padahal, sejarah wilayah yang kini dikenal dengan nama Aceh ini adalah sejarah yang lekat dengan kisah Kesultanan besar yang dulunya membentang hingga ke ujung lain Sumatera, hingga semenanjung Malaka. Bahkan diakui sebagai ‘rekan’ bagi nama-nama besar dalam sejarah dunia seperti Britania Raya dan Daulah Utsmaniyah/Ottoman.

Sisi lain seni di Aceh adalah Seni Mematikan yang terbentuk akibat pertarungan dan peperangan. Seni persenjataan terasah dan terbentuk untuk menciptakan senjata yang efektif dalam pertarungan. Begitu juga seni beladiri, dikembangkan bukan hanya sebagai olah tubuh, tapi juga sebagai senjata. Dan lagi-lagi, fungsinya sebagai alat dalam peperangan membuat seni beladiri di Aceh umumnya ringkas dan praktis.

seni geudeu-geudeu aceh sumber foto : harian aceh

Geudeu-geudeu / Deudeu.

Seni beladiri yang mengingatkan pada Bokh (gulat tradisonal mongolia), sumo (jepang) atau sanbo (rusia). Yang membedakan adalah Gedeu-gedeu juga dikembangkan sebagai teknik bertarung tim dua orang untuk menghadapi musuh. Dikembangkan sebagai teknik bertarung yang mengandalkan hantaman badan, dan pukulan kepalan tangan, Geudeu-geudeu adalah seni beladiri yang mematikan. Meskipun sampai era 90’an beladiri khas wilayah Pidie/Pidie Jaya masih sering dilakukan oleh masyarakat. Tapi sepanjang sejarahnya, karena terlalu berbahaya beladiri ini tidak pernah diperlombakan.

seni silat aceh sumber foto : acehkita.net

Sileet/Silat.

Seperti rata-rata wilayah di tanah ‘melayu’. Di Aceh pun terdapat beladiri silat atau lazim disebut dengan sileet. Jumlahnya ratusan, karena setiap perguruan mengembangkan gaya bertarung sendiri. Meskipun tidak dikenal dengan nama atau sebutan khusus selain silat, namun pengaruh senjata yang dimiliki oleh masyarakat Aceh seperti Rencong, peudeung, dan siwah mempengaruhi gerak dan jurusnya.

Rencong, Peudeung, dan Siwah.

Rencong, adalah senjata tradisional Aceh yang paling terkenal. Meskipun sebagian rencong memiliki sisi tajam serupa pisau, senjata yang bentuk uniknya diyakini dipengaruhi budaya Islam ini memang didesain sebagai senjata tikam atau tusuk. Bentuknya yang seperti daun dengan ujung runcing, dan pangkal dengan gerigi khas akan memberikan daya tembus optimal serta kerusakan yang fatal ketika dicabut. Banyak yang tidak menyadari hal tersebut ketika membeli rencong sebagai oleh-oleh.

pedang aceh sumber foto : hikayatbanda.com

Dua senjata lainnya adalah Siwah dan Peudeung. Siwah merupakan senjata tajam yang mirip dengan badik atau golok. Seperti pisau berukuran besar, siwah biasanya digunakan berpasangan dengan rencong. Ukurannya yang tidak terlalu panjang, menunjukkan siwah di desain sebagai senjata untuk pertarungan jarak dekat yang rapat. Dalam pertempuran, penggunaan kombinasi antara siwah, rencong, dan tameng/perisai membutuhkan keahlian tersendiri.

Sedangkan Peudeung atau pedang Aceh, seperti umumnya pedang dalam kebudayaan lain, merupakan senjata tempur untuk pertarungan yang memiliki jarak cukup lebar. Sejarah Aceh sebagai salah satu wilayah dengan pertempuran yang ‘tinggi’ membuat pedang aceh berkembang sedemikian rupa. Tidak terlalu melengkung seperti pedang arab, namun juga tidak sepenuhnya tegak lurus seperti pedang eropa. Desain yang berkembang untuk memberikan efek maksimal.

Bahkan dalam legenda sering disebutkan mengenai pedang bernama peudeung on tube. Secara harafiah bermakna pedang daun tebu. Pedang yang panjang dengan bilah menyerupai daun tebu ini dikenal karena ketajaman yang luar biasa serta kelenturan yang unik.



About

Full time stay at home father, part time blogger-writer-graphic designer, and sometime traveler wanna be.


'Seni Mematikan Dari Aceh' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool