Tradisi Mee Bu (Kenduri Tujuh Bulanan) dalam Kebudayaan Masyarakat Aceh

Sebagai salah seorang kerabat, orang tua saya diundang untuk menghadiri acara kenduri tujuh bulanan. Kebetulan beliau sedang berhalangan hadir, akhirnya saya diutus sebagai perwakilan. Bisa dibilang, ini kali pertama saya terlibat dalam kegiatan beginian. Ngomong-ngomong, kenduri tujuh bulanan atas kehamilan seorang menantu dalam Kebudayaan Masyarakat Aceh di sebut Mee Bu. Demikianlah istilah yang sering saya -sebagai salah seorang warga Aceh Besar- dengar selama ini.

Mee Bu, adalah sebuah istilah untuk menunjukan bahwa pada kenduri tersebut salah satu pihak mengantarkan nasi kepada pihak lainnya. Dalam hal ini, tentu saja keluarga dari mempelai pria mengantarkan nasi kepada pihak keluarga wanita. Nasi dan segala perangkat lauk-pauknya serta beberapa macam kue yang khas Aceh untuk acara tersebut.

Baca juga tentang adat Aceh lainnya: Tato Aceh

Dalam acara Mee Bu, saya mengamati banyak hal. Tentang Kebudayaan Masyarakat Aceh yang kental akan nilai-nilai tata krama dan adab, tentang solidaritas dan sosial masyarakat, tentang jalinan kasih sayang dan kebersamaan. Semua terangkum sempurna dalam hubungan baik yang menautkan dua keluarga.

Kenduri Mee Bu. Para rombongan menikmati hidangan

Baiklah, pastinya rekan ezytraveler ingin tahu lebih rinci mengenai Kebudayaan Masyarakat Aceh yang satu ini, kan? Demikian prosesinya.

Diusia kehamilan tujuh bulan seorang menantu, pihak mertua bersama keluarga besar dan tetangganya mengunjungi menantu tersebut dengan membawa nasi dan lauk dalam jumlah besar, untuk dimakan bersama-sama dan dibagikan kepada pihak keluarga dan warga kampung. Pihak keluarga si wanita juga menyediakan hidangan untuk menyambut rombongan besan.

Sekian macam lauk yang dibawa, diantaranya: Kuwah Beulangong, Rendang, Urap, Capcai, Ayam gulai, Taucho, Asam Keu-Eung, Udang dan sebagainya. Adalah yang tidak boleh tak ada yakni Kuwah Lapek. Saya sendiri tidak mengetahui bagaimana hingga sayur bening yang digelari Kuwah Lapek ini menjadi penghulu segala hidangan.

Kuwah Lapek, penghulu hidangan kenduri Mee Bu

Kuwah Lapek merupakan potongan kates muda dan nangka muda yang dimasak dengan bumbu sederhana: garam, cabe rawit, cabe merah, bawang merah, kelapa gongseng, ketumbar, asam sunti dan belimbing wuluh. Tambahan cuka menjadikannya istimewa. Ya, barangkali karena rasa asamnya itu yang menjadikan Kuwah Lapek spesial, khas untuk seorang yang sedang hamil. Saya menjadi penasaran dengan rasanya. Akhirnya saya cicipi. Ternyata benar-benar “nendang”, bumbunya terasa kuat sekali di lidah, meskipun sekilas terlihat seperti sayur bening biasa.

Lebih dari itu, sederetan kue yang dibawa di antaranya; Timphan, Eungkhui, Dodol, Wajek, Meuseukat, Bu Leukat, Bhoi, dan lain sebagainya. Baik nasi dan lauk serta kue yang dibawa ini, sebagiannya dinikmati bersama-sama, sebagian lainnya dibagikan kepada keluarga besar dan tetangga si wanita yang sedang hamil tersebut.

Eungkhui, kue yang tidak boleh tak ada pada acara Mee Bu

Turut hadir pada perhelatan ini kedua perangkat desa, yakni ibu Keuchik dan ibu Tengku imum dari kedua belah pihak. Tidak ketinggalan juga, pemuka adat setempat. Nantinya, merekalah yang akan menetapkan bagian-bagian untuk dibagikan.

Mula-mula, saat rombongan tiba, telah disambut dengan hidangan dari tuan rumah. Kemudian ditambah lagi dengan panganan yang dibawa oleh pihak mertua. Si wanita juga diwajibkan hadir untuk makan bersama. Ada satu hal lagi yang khas, si wanita disuguhkan Bu Kulah (nasi berbungkus daun) yang khusus dibawa oleh ibu mertua.

Konon, nasi itu harus dihabiskan oleh si wanita. Jika pun ia tidak sanggup makan hingga habis, hendaklah disimpan untuk dihabiskan oleh suaminya. Intinya, tidak boleh tersisa, tidak boleh dibuang. Hal semacam ini diyakini secara turun temurun dalam Kebudayaan Masyarakat Aceh.

Setelah prosesi makan-makan, memasuki acara ke dua. Semua hidangan dibereskan. Si wanita sudah bisa bersiap-siap untuk berkeliling menyalami tetamu satu persatu, dimulai dari ibu mertua. Jika kondisinya lemah, boleh juga sebaliknya; para tamu menyalami si wanita setelah terlebih dahulu di peusijuk (ditepung tawari) oleh ibu mertua.

Prosesi bersalaman

Salam-salaman ini bukan salam biasa. Tapi “berisi”. Maksudnya, ada sesuatu yang diberikan tetamu kepada si wanita. Dari kalangan keluarga, biasanya membawa telur dalam sebuah cawan. Jumlahnya berkisar antara 10 – 15 butir. Baik itu telur yang sudah direbus maupun belum. Sedangkan para handai taulan yang membersamai acara Mee Bu ini, mereka biasanya membawa ampelop berisikan uang, dengan jumlah yang sudah lumrah.

Telur yang diberikan oleh pihak mertua kepada menantu

Setelah acara salam-salaman, pihak rombongan besan undur diri, pamit pulang. Di situ terjadi satu tahapan lainnya yakni kembalikan kue. Dari sekian banyak talam kue yang dibawa, salah satunya dikembalikan untuk dibawa pulang oleh pihak mertua.

Pulang Idang (Kembalikan salah satu kue)

Kue yang dibawa pulang ini bukan berarti tidak diterima, melainkan untuk dibagikan kepada warga di kampung ibu mertua, sebagai kabar bahwa mereka telah melakukan prosesi Mee Bu. Sekaligus mengabarkan bahwa menantunya sedang hamil. Upaya ini dilakukan juga dengan tujuan agar nanti saat lahiran, mertua datang bersama rombongan. Biasanya kue yang dikembalikan itu seperti Meuseukat atau Dodol.

Mau jalan-jalan? Temukan berbagai pilihannya di sini: Hotel di Aceh, Tour Murah, dan Tiket Pesawat ke Aceh

Acara Mee Bu ini merupakan serangkaian adat yang didahului oleh acara Mee Boh Kayee (bawa buah-buahan) pada bulan ke lima dari kehamilan seorang menantu. Umumnya dibuat seperti ini pada kehamilan pertama, sedangkan pada kehamilan berikutnya, yang datang hanya beberapa orang saja dari kalangan keluarga. Demikianlah Kebudayaan Masyarakat Aceh yang tak pernah menepikan nilai-nilai sosial dan kebersamaan.

 



About

Muslimah. Gemar membaca dan menulis. Pegiat di Forum Lingkar Pena dan Gaminong Blogger. Kontributor beberapa media. Berkicau di @ainiazizbm, IG @ainiazizbeumeutuwah. Kunjungi saya di https://www.ainiaziz.com/


'Tradisi Mee Bu (Kenduri Tujuh Bulanan) dalam Kebudayaan Masyarakat Aceh' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool