Ramadhan adalah bulan yang paling dinanti-nantikan oleh kaum muslimin. Tidak terkecuali; laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, semua orang pasti bersuka-cita menyambut bulan yang lebih dikenal dengan sebutan bulan puasa. Berbagai kegiatan pun digalakkan guna menyambut bulan nan mulia ini. Selain mempersiapkan diri untuk lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, di Aceh Besar, ada beberapa hal kecil, remeh-temeh, yang tak luput dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahunnya, menjelang Ramadhan tiba. Seakan ini telah dijadikan tradisi sebelum puasa di Aceh Besar.
Pertama, Gotong royong.
Menyambut bulan nan mulia, tentunya harus dengan sesuatu yang lebih baik dari bulan biasa. Sebagaimana yang telah saya sampaikan di awal, Ramadhan adalah bulan ibadah. Lebih dari ibadah dibulan lainnya. Sudah pasti sarana dan fasilitas ibadah pun ditingkatkan. Di Aceh Besar, terutamanya di daerah saya, Lam Ateuk, nyaris semua gampong mengadakan gotong royong menyambut Ramadhan.
Gotong royong telah menjadi tradisi sebelum puasa di Aceh Besar. Hal yang paling diperhatikan adalah kebersihan dan kesucian tempat Ibadah. Sebab, jika pada bulan biasa jamaah shalat hanya satu hingga dua shaf saja, maka dibulan Ramadhan sudah bisa dipastikan memenuhi ruang Meunasah. Setidaknya diawal-awal Ramadhan, demikian. Maka gotong royong dianggap penting. Panitia bahkan mensucikan Meunasah pada H-1, agar tidak ada najis-najis yang dapat merusak kualitas ibadah masyarakat, nantinya.
Kedua, Ade Pade (Jemur Padi)
Salah satu tradisi sebelum puasa di Aceh Besar yang satu ini pun tak kalah penting. Di Lambaed, gampong saya, rata-rata penduduknya adalah petani. Sehingga persediaan beras tentu saja bersumber dari hasil pertanian mereka. Nyaris setiap rumah membicarakan mengenai Ade Pade. Maksudnya, ibu-ibu saling bertanya pada sesama mereka; “Hai, kaleuh neu Ade Pade keu Puasa? Hai, sudahkah Anda menjemur padi untuk bulan puasa?”
Maksudnya tak lain adalah persiapan. Padi yang dijemur akan disosoh menjadi beras. Persiapan Ramadhan dengan menyetok persediaan beras utuk dikonsumsi sepanjang bulan. Pertanyaannya, apakah di bulan Ramadhan nanti sudah tidak ada lagi matahari, sehingga padinya harus dijemur terus sekarang? Jelas saja bukan. Ini hanyalah sebentuk suka cita, bahwa kami benar-benar menantikan kehadiran Ramadhan dengan persiapan yang matang.
Ketiga, Rapat
Ini juga tak kalah penting. Sebab, ada beberapa agenda yang tidak dilaksanakan dibulan lain, namun harus digiatkan dibulan Ramadhan. Seperti tarawih, masak Ie Bu Peudah (kanji rumbi) dan Kenduri Puasa. Terkait tarawih, adanya keputusan untuk menetapkan siapa saja yang akan menjadi imam dan pembaca doa sepanjang ibadah tarawih sebulan Ramadhan. Di gampong saya, biasanya ini digilirkan secara merata kepada Tengku-Tengku yang berkediaman di Lambaed. Ada yang kena jatah satu kali, ada yang dua kali.
Mengenai masak Ie Bu Peudah, dalam rapat ini juga diputuskan mengenai siapa yang akan bertanggung jawab untuk masak Ie Bu Peudah, sepanjang bulan Ramadhan. Ie Bu Peudah merupakan menu berbuka puasa yang dibagikan secara gratis kepada seluruh masyarakat. Baik itu warga Lambaed, maupun warga sekitar yang kebetulan ingin menikmatinya. Seorang yang bertanggung jawab memasak Ie Bu Peudah ini diberi upah, dana dari anggaran dan belanja gampong tentunya. Maka, patut diadakan rapat, agar masyarakat tahu.
Selain itu, Kenduri Puasa. Dalam rapat, diputuskan beberapa hal. Pertama, siapa saja yang bersedia menerima tamu dari gampong tetangga untuk berbuka puasa di rumahnya. Siapa saja yang bersedia membawa hidangan ke Meunasah untuk berbuka puasa bersama, berapa uang yang harus dikumpulkan masing-masing kepala keluarga, untuk kenduri ini dan sebagainya. Semua diputuskan dalam rapat.
Keempat, Top Teupong
Top Teupong (menumbuk tepung) untuk apa? Tentu untuk menyambut bulan puasa. Ini telah menjadi tradisi sebelum puasa di Aceh Besar. Tepung sebagai bekalan untuk membuat takjil (makanan berbuka puasa). Macam-macam panganan dapat dibuat, tentunnya. Adapun kue-kue yang dianggap khas Ramadhan adalah ondel-ondel. Kami menyebutnya “boh roem-roem.”
Pemandangan ini barangkali asing bagi sebagian orang, tapi, bagi saya tentu saja sudah sangat biasa. Sebab di rumah saya sendiri, hingga saat ini masih ada Jingki untuk menumbuk tepung. Top Teupong salah satu dari keunikan tradisi sebelum puasa di Aceh Besar.
Kelima, Jak U Laot.
Entah bagaimana kaitannya, ada istilah minggu terakhir, yakni hari minggu sebelum memasuki bulan Ramadhan. Biasanya, pada hari minggu terakhir ini banyak masyarakat berinisiatif ke Pantai. Bersama anak-anak, sahabat dan sanak keluarga, mereka sengaja ke pantai untuk liburan sejenak. Membawa bekal berupa makanan dan minuman.
Kita dapat melihat sejumlah pantai disesaki pengunjung. Ada yang sekadar menyaksikan keramaian, ada juga yang sengaja datang untuk mandi laut. Ini tidak ada kaitannya dengan kepercayaan yang mengacu pada pemahaman agama, tidak sama-sekali. Minggu terakhir hanya tradisi sebelum puasa di Aceh Besar yang merupakan remeh-temeh. Sejatinya yang harus kita persiapkan untuk menyambut Ramadhan adalah kesiapan lahir dan batin untuk meningkatkan ibadah sepanjang bulan nan mulia tersebut. Sucikan hati, bersihkan diri. Ramadhan adalah bulan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
'Remeh-Temeh yang Telah Menjadi Tradisi Sebelum Puasa di Aceh Besar' have no comments
Be the first to comment this post!