Terlahir sebagai seseorang berketurunan darah biru terlihat masih begitu ekslusif di pandangan masyarakat Indonesia. Gelar bangsawan yang disematkan pada nama mereka menjadikan mereka sebagai manusia pilihan yang dilahirkan sebagai penerus bukti sejarah, kejayaan masa lalu dan penjaga warisan yang sekiranya tetap menjadi penjaga garis keturunan di masa depan. Ya, gelar bangsawan yang disematkan pada nama mereka tidak serta merta membuat kehidupan mereka lebih terlihat mudah dibandingkan kehidupan masyarakat biasa.
Banyak hal seperti adat istiadat yang harus mereka jalani demi tetap menjaga keutuhan yang telah digariskan secara turun temurun, walaupun pada kenyataannya akan terlihat semakin berbeda dari kenyataan di masa lalu. Misalnya, dalam penentuan mencari pasangan pilihan hidup yang juga harus berasal dari golongan mereka. Walaupun kebiasaan ini tidak seekstrim dilakukan seperti pada masa lalu, kenyataannya kebiasaan ini pun masih diterapkan oleh para keturunan bangsawan sampai saat ini.

Pasangan Bangsawan Aceh Tempo Dulu Foto: Pinterest[dot]com
Ada perbedaan yang mencolok antara gelar Teungku dan Teuku. Seringkali terdapat kesalahan dalam pengucapan dan penulisan yang dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari luar Aceh. Teungku adalah sebuah gelar kehormatan yang diberikan masyarakat Aceh kepada ahli agama. Sedangkan Tengku di Riau, merupakan gelar kebangsawanan yang biasanya disematkan pada perempuan. Contoh gelar Teungku di Aceh seperti pada nama pahlawan Aceh Teungku Chik Di Tiro, sedangkan gelar Teuku pada nama Teuku Umar ataupun Teuku Raja Neh.
Secara turun temurun, gelar Cut dan Teuku diberikan bilamana ayahnya juga memiliki gelar Teuku. Biasanya diturunkan sampai ke anak cucunya jika perempuan bangsawan tersebut menikah dengan laki-laki dari kalangan bangsawan juga, yang bergelar Teuku. Maka tak heran jika dahulu para perempuan yang memiliki nama Cut harus menikah dengan Teuku, sedangkan Teuku bisa menikah dengan siapapun asalkan wanita tersebut memiliki akhlak yang baik dan taat pada agama. Tanpa harus beristerikan Cut, para Teuku tetap dapat mewariskan gelar bangsawannya kepada anak cucunya. Sehingga timbullah sebuah anekdot bahwa nama CUT bermakna Cintanya (hanya) Untuk Teuku. Seperti memakan buah simalakama, jika pun seorang Cut tidak menikah dengan Teuku, maka hilanglah gelar Teuku dan Cut yang nantinya akan disematkan pada keturunan mereka selanjutnya.
Seseorang yang memiliki gelar Teuku dan Cut dipandang baik oleh masyarakatnya. Teuku di zaman dahulu sangat alim dan memiliki wawasan yang sangat luas, terlebih lagi dalam membangun Aceh. Begitu pula dengan Cut, seorang perempuan yang memiliki sikap begitu mengagumkan, lemah lembut namun tegas dalam membina dan mengatur rumah tangganya. Maka tak heran, sampai saat ini wanita bergelar Cut masih menjadi kalangan atas wanita Aceh, yang memiliki nilai mahar lebih tinggi dibandingkan wanita Aceh lainnya. Di zaman dahulu, jika para Teuku dan Cut ini menikah, maka sampai kepada generasi berikutnya pun akan mudah dirunut asal muasal keturunan kebangsawanannya.

Pengantin Aceh Foto: Weddingku[dot]com
Terlebih lagi, saat ini nama Cut semakin banyak disematkan tidak hanya karena ia adalah wanita keturunan bangsawan. Dalam bahasa Aceh, Cut juga berarti panggilan sebagai anak terkecil di dalam sebuah keluarga. Sehingga tak heran, adik bungsu ibuku pun diberikan nama Cut, padahal dari silsilah keluarga kami tak satupun mempunyai garis keturunan bangsawan. Bahkan ada yang sampai memberikan gelar Cut yang sama kepada anak mereka, walaupun ayahnya bukan Teuku, atau mereka tidak memiliki garis keturunan apapun dengan bangsawan.
Namun tak perlu risau, walaupun cinta Cut kini tak selamanya untuk Teuku lagi, masih ada di beberapa keluarga keturunan bangsawan Aceh yang mempertahankan adat lama. Jika Cut dan Teuku tidak saling menemukan, maka mereka akan dipertemukan oleh keluarga mereka. Percayalah, terkadang ungkapan Jawa yang menyebutkan witing trisno jalaran soko kulino ada benarnya. Terkadang dengan adanya perjodohan yang masih dilakukan untuk Cut dan Teuku, maka dipercaya bahwa cinta akan tumbuh karena terbiasa hidup bersama.
'CUT (Cinta Untuk Teuku), Masihkah Ada?' have 6 comments
July 7, 2024 @ 4:08 pm Yudi Randa
hampir saja abang menggunakan foto pengantin yang sama di blog sebelah mi 😀
July 7, 2024 @ 4:13 pm Ismi laila wisudana
Hwhahhaha.. Jangan bang, abang kan udah punya foto nikahan sendiri. Hwhahaha
August 13, 2024 @ 10:14 am BunSal
Ada yang mem’bantu’ share tulisannya Mbak Ismi di mari:
https://www.facebook.com/redyaceh
Sayang, link postnya ndak disertakan..
Great writing, 11-12 dengan kisah pemberian gelar suku Sasak di Lombok juga.
Masih garis partrial, ikut garis ayah. Semoga bisa menuliskan ide yang sama utk web hellolombokku.com ^_^
Salam hangat dari Selong- Lombok Timur..^_^
October 1, 2024 @ 6:31 am Ismi Laila Wisudana
Terimakasih mbak atas informasinya, namun alhamdulilah sumbernya sudah dituliskan oleh yg menyebarluaskan ulang 😀
August 16, 2024 @ 1:02 pm rika
Maaf, jangan lupa juga disebutkan bahwa gelar teuku juga diberikan oleh belanda jika tunduk pada mereka, dan diberikan wilayah kepemimpinan sendiri. Kebetulan keluarga saya bergelar tengku dan teuku, tapi sudah dihilangkan oleh orang tua kami, karena yang membuat kita berbeda dihadapan Allah hanya amal ibadah.
October 1, 2024 @ 6:34 am Ismi Laila Wisudana
Ya, saya mengetahui untuk masalah tersebut Kak. Namun tidak saya tuliskan di sini sebab akan menimbulkan rasis yang kuat dan ketersinggungan beberapa pihak. Namun selain yang kakak jelaskan di atas, ada malah bbrpa keturunan Teuku yang berasal dari pesisir Barat yang bahkan sangat bangga akan gelar Teukunya, sebab ia percaya bahwa nenek moyangnya, seperti Teuku Umar, bukanlah seseorang yg tunduk terhadap Belanda, namun berjuang melawan Belanda