Ujung barat Indonesia dihiasi tebaran pulau-pulau kecil yang menawan. Mulai dari Pulau Weh yang dikenal di dalam dan luar negeri, hingga pulau-pulau kecil seperti Pulau Breuh, Pulau Nasi, dan Pulau Bunta yang belum banyak dikenal orang lokal. Tak banyak yang mengenali bukan berarti pulau-pulau ini tak menarik. Justru kerupawan alamnya menjadi ekslusif bagi yang nekat datang berkunjung.
Pulau Breuh adalah salah satu pulau yang berada dalam Kecamatan Pulau Aceh di Kabupaten Aceh Besar. Kita bisa menyeberang ke pulau ini menaiki kapal motor yang biasa mengangkut penumpang dan hasil bumi dari pulau ke Kota Banda Aceh dan sebaliknya. Kapal ini berangkat setiap hari kecuali Jumat dari dermaga Lampulo dan dermaga Ulee Lheue. Saya pernah hampir ditinggal kapal karena telat beberapa menit tiba di dermaga. Kapal berangkat jam dua siang.
Penyeberangan yang memakan waktu sekitar tiga jam ini tak lantas membuat bosan. Duduk di atas kapal kecil yang memuat berbagai kebutuhan para warga di Pulau Breueh ini akan menjadi pengalaman yang menyenangkan, karena selama perjalanan kita akan melewati beberapa pulau kecil tak berpenghuni. Seperti Pulau Tuan, Pulau Rusa dan Pulau Batee. Lalu ada Pulau Bunta yang berhadapan dengan pantai Lhok Keutapang dan diikuti dengan Pulau Nasi, tetangganya Pulau Breueh.
Jika beruntung, ketika sedang menikmati pemandangan gugusan pulau di sisi kiri-kanan kapal, kita bisa saja mendapat kejutan dari kawanan lumba-lumba yang melintas dari bawah kapal. Mereka akan berlompatan ke permukaan air dan memperlihatkan mulut botol mereka ke penumpang. Pemandangan langka ini tak berlangsung lama karena kawanan lumba-lumba memiliki jalur yang berbeda dengan jalur kapal. Saking singkatnya, saya bahkan tak berhasil mengabadikan momen seru ini.
Kapal akan bersandar di dermaga desa Gugop. Dari desa ini, kita harus melapor dulu ke Geuchik atau kepala desa untuk pendataan pengunjung. Setelah itu kita bisa leluasa mengunjungi pantai-pantainya yang berpasir putih. Di dekat desa, ada Pantai Lambaro yang sepi. Sedikit ke atas lagi, sekitar 25 menit bersepeda motor, kita akan menjumpai Pantai Balu yang lebih sepi. Tak ada rumah warga di dekat pantai ini. Cocok untuk camping ground karena pantainya yang berpasir putih itu terbilang luas. Dikelilingi perbukitan dan lautan, pantai ini seperti bulan sabit jika dilihat dari atas.
Salah satu destinasi favorit di Pulau Breueh selain pantai-pantainya, di ujung pulau ini ada mercusuar peninggalan Belanda yang telah berumur ratusan tahun. Mercusuar Willem Toren namanya. Hingga kini, mercusuar ini masih berfungsi untuk memandu kapal-kapal yang sedang berlayar di Samudra Hindia.
Desa Lempuyang dapat kita tempuh sekitar 2 jam dari Desa Gugop. Untuk mencapai Willem Toren, kita harus mendaki perbukitan berhutan lebat selama lebih kurang 2 jam lagi. Lumayan melelahkan tapi lelah selama dua jam itu tak sebanding dengan apa yang dapat kita nikmati ketika berhasil naik ke puncak mercusuar. Hutan hijau yang lebat, laut biru yang memutih ketika menggempur bebatuan karang, pekikan elang di atas pucuk pohon, ocehan kera di rimbunan dahan, dan aroma asin laut yang terbawa angin. Ah, rasanya tak ingin kemana-mana lagi jika tiba di puncak mercusuar. Pulang pun jadi enggan.
'Enggan Pulang dari Pulau Aceh' have no comments
Be the first to comment this post!