Kenduri Nuzulul Qur'an di gampong Angan Aceh Besar

Kenduri Nuzulul Qur’an A la Aceh Besar dan Banda Aceh

Dalam beberapa hal, Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh memiliki banyak kesamaan, misalnya dalam perayaan hari-hari tertentu, tata cara melaksanakan sebuah adat, termasuk di dalamnya kenduri. Ibaratnya, Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh adalah dua sejoli yang tak terpisahkan.

Ada banyak ragam kenduri di Aceh Besar dan Banda Aceh, termasuk salah satunya adalah kenduri Nuzulul Qur’an, malam di mana umat Muslin di seluruh dunia memperingati turunnya ayat Al Qur’an pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW, yang baru saja kita lewati minggu lalu.

Seingat saya, di wilayah-wilayah di kawasan pantai Barat Selatan, perayaan Nuzulul Qur’an-nya hanya berupa ceramah di Mesjid saja, biasanya dilaksanakan sehabis Salat Taraweh. Itu saja, sudah. Tetapi, di Banda Aceh dan Aceh Besar, perayaan Nuzulul Qur’an-nya dilaksanakan secara meriah dan besar-besaran, seperti halnya kenduri besar di luar bulan Ramadan. Ada kenduri besar di bulan Ramadan, sempat membuat saya tercengang, dulunya. Selama 16 tahun saya tinggal di Banda Aceh dan Aceh Besar, barulah setelah menikah saya tahu kenduri ini. Sebelum menikah, saya tidak terlalu peduli akan hal ini karena saya tidak hidup berbaur dengan masyarakat. Ya, setelah menikah, saya tinggal di Aceh Besar. Jadi identitas sekarang saya adalah warga Aceh Besar, bukan lagi warga Aceh Selatan.

Yang perlu diketahui bahwa meskipun malam Nuzulul Qur’an itu jatuhnya pada malam ke-17 bulan Ramadan, tetapi tidak semua Gampong (Desa) melaksanakan kenduri Nuzulul Qur’an pada malam ke-17 Ramadan. Sebagian besar Gampong melaksanakan pada malam ke-17 Ramadan, sebagian lainnya melaksanakan di lain hari setelah 17 Ramadan. Umumnya hal begini terjadi pada gampong-gampong yang jaraknya berdekatan/berbatasan langsung. Mengapa demikian? Karena saat dilaksanakannya kenduri di sebuah gampong, biasanya Gampong tersebut akan mengundang beberapa warga laki-laki dari gampong-gampong sebelahnya. Begitu juga saat gampong di sebelahnya melaksanakan kenduri Nuzulul Qur’an di hari berikutnya, maka Gampong tersebut akan mengundang balik warga gampong yang sebelumnya sudah melaksanakan kenduri tersebut.

Tahun ini, desa tempat saya tinggal, Gampong Lambaro Angan, bahkan sampai hari ini belum melaksanakan kenduri Nuzulul Qur’an, tetapi Gampong sebelahnya sudah melakukannya beberapa hari lalu, Gampong sebelahnya lagi melaksanakan tepat pada malam 17 Ramadan. Intinya, dalam satu Kecamatan, ada beberapa kali kenduri Nuzulul Qur’an, tergantung desanya.

Kenduri ini sebetulnya adalah sama seperti kenduri-kenduri lainnya, namun bedanya menu kenduri dimasak di Munasah (Musala) atau masjid dan dimasak oleh kaum laki-laki. Menu kenduri dimakan saat berbuka puasa. Intinya ini adalah kegiatan buka puasa bersama seluruh warga gampong yang laki-laki. Perempuan berbuka di rumah saja, tetap dengan menu yang sama seperti halnya laki-laki, yaitu Kuah Beulangong. Ya, menu utama sekaligus yang menjadi ciri khas kenduri Nuzulul Qur’an adalah Kuah Beulangong.

Sebagaimana ditulis oleh Ibnu Syahri Ramadan bahwa kuah Beulangong adalah gulai daging kambing/sapi yang dimasak dalam kuali besar, maka warga gampong akan membeli beberapa kilogram daging kambing atau sapi. Uang untuk membelinya adalah berasal dari ripee (sumbangan wajib) dari setiap kepala keluarga. Tahun lalu gampong saya mewajibkan sumbangan sebesar Rp 50.000/KK. Lumayan murah, bukan? Sumbangan tersebut akan ditukar dengan kupon.

Hari itu, sejak pagi para laki-laki gampong akan sangat sibuk sekali. Pada hari itu, mereka menggantikan pekerjaan perempuan, yakni memasak. Mereka pergi ke pasar untuk membeli daging dan bumbu giling, menyiapkan alat masak berupa beulanga yang besar (beulanga ini adalah inventaris desa), memotong-motong daging, memasaknya di atas tungku besar, dan mengaduknya hingga masak. Sementara perempuan tinggal duduk-duduk saja di rumah sambal menunggu kabar dari suaminya ketika kuah beulangong telah masak dan siap dijemput, dengan membawa kupon tadi. Ya, kuah beulangong yang sudah dimasak akan dibagi-bagi untuk setiap KK. Tinggal bawa saja tempat dari rumah masing-masing. Bagi gampong yang mensyaratkan idang (talam yang ditutup dengan kasap Aceh), maka perempuan akan memasak menu berbuka lainnya di rumah, untuk isi idang, lalu dibawa ke meunasah. Tetapi ini tidak wajib. Ini hanya bagi sesiapa yang mampu saja.

Kuah Beulangong

Kuah Beulangong di Gampong Tungkop. Foto by Khiththati dimuat di Acehkita[dot]com

Kuah Beulangong

Kuah Beulangong di Gampong Tungkop. Foto by Khiththati dimuat di Acehkita[dot]com

Kuah Beulangong

Kuah Beulangong di Gampong Tungkop. Foto by Khiththati dimuat di Acehkita[dot]com

Kuah Beulangong

Saat pembagian Kuah Beulangong untuk masing-masing KK, diGampong Tungkop. Foto by Khiththati dimuat di www.acehkita.com

Jumlah beulangong untuk memasak tergantung jumlah uang ripee. Semakin banyak penduduk di gampong tersebut, maka semakin banyak jumlah uang ripee, maka semakin banyak daging yang dibutuhkan, maka semakin banyak beulanga besar yang digunakan untuk memasak. Misalnya gampong Tungkop (Tungkop masih satu kecamatan dengan gampong saya). Penduduk gampong Tungkop sangatlah ramai, beda dengan penduduk gampong saya. Maka pelaksanaan kenduri di Tungkop terlihat lebih meriah dibanding gampong-gampong di sebelahnya, termasuk gampong saya. Menurut Khiththati, salah seorang warga gampong Tungkop, kenduri Nuzulul Qur’an di Tungkop dilaksanakan tepat pada malam 17 Ramadan. Sebanyak 15 beulanga besar dipakai untuk memasak dua ekor lembu. Wajar saja, di Tungkop ada 12 mukim. Dan mereka juga mengundang beberapa warga gampong sebelah untuk ikut berbuka puasa bersama.

Buka bersama Nuzulul Qur'an

Buka bersama saat kenduri Nuzulul Qur’an di Gampong Lambaro Angan

Barulah saat buka puasa, menu kuah beulangong dan menu-menu lainnya dicicipi bersama. Lapak-lapak yang digelar di depan masjid atau meunasah, terlihat penuh dengan laki-laki dewasa dan anak-anak. Nikmatnya berbuka dengan kuah beulangong, sungguh lezat tak terkira. Alhamdulillah.

Kenduri Nuzulul Qur’an A la Aceh Besar dan Banda Aceh 5.00/5 (100.00%) 1 vote
(Visited 126 times, 1 visits today)


About

An ordinary woman | A Lifestyle Blogger | Working Mom | Books enthusiast | Love to read and write | Owner of www.fardelynhacky.com |


'Kenduri Nuzulul Qur’an A la Aceh Besar dan Banda Aceh' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id
Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool