Sebagai kota yang pernah dihempas tsunami, Banda Aceh menyimpan hal menarik dan bersejarah yang patut dikunjungi. Sisa keganasan bencana sepuluh tahun silam itu, masih bisa dilihat di beberapa titik kota. Situs ini sengaja dipertahankan sebagai bukti sejarah, sekaligus media edukasi bagi generasi selanjutnya.
Salah satunya adalah Kapal di Atas Rumah. Seperti namanya, kapal ini berada di atas sebuah rumah warga di desa Lampulo, sebuah desa pinggiran Banda Aceh. Desa ini letaknya terbilang dekat dengan laut. Disini, dulunya adalah konsentrasi tempat nelayan sekaligus lokasi pelelangan ikan terbesar di Banda Aceh. Otomatis, desa yang bersebelahan dengan sungai Krueng Aceh ini, dipenuhi boat dan kapal nelayan.
Saya berkesempatan mengunjungi lokasi itu. Dari jalan utama desa, saya masuk melewati gang sempit yang berhimpitan rumah warga bertipe sama. Kebanyakan rumah-rumah disini adalah bantuan dari para donatur. Disanalah, di gang Tanjung, kapal nelayan itu bertengger tepat di atap rumah seorang warga. Saya takjub melihatnya. Kapal itu berukuran besar. Ia ditompang tiang-tiang penyangga rumah, yang kemudian diperkuat dengan tiang tambahan.
Saya mencoba melihat lebih dekat kapal ini dari atas. Sebuah jembatan melintang di tengah halaman yang menjulang hingga ke atas. Lalu berhenti di sebuah balkon persegi dari besi di puncaknya. Dari sana, saya bisa melihat dengan leluasa kapal secara keseluruhan. Dek kapalnya sempit. Di tengah kapal terdapat ruangan yang biasa digunakan para awak kapal. Dari atas balkon, saya juga bisa melihat area sekitar yang kini mulai padat kembali dengan perumahan. Tak bisa dibayangkan, bagaimana rasanya saat air bah itu datang lalu menghancurkan desa ini. Kini suasana berubah total, pohon kembali tumbuh dan kehidupan kembali berdenyut.
Cerita singkat tentang kapal ini terpatri dalam prasasti di bawah lambung kapal. Kisah ini diceritakan dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Aceh, Inggris, dan bahasa Indonesia. Ini memudahkan bagi wisatawan untuk mendapatkan informasi dasar. Beberapa langkah dari sana, juga terdapat papan besar yang menceritakan lebih lengkap tentang kedatangan kapal dan penyelamatan yang dilakukan warga.
Dari informasi yang ada, kapal ini berada di atap lantai satu rumah Ibu Abasiah. Gempa dan tsunami menghentak kesibukan warga minggu pagi itu. Warga yang awalnya berada di luar rumah selepas gempa, berlarian mencari tempat tinggi saat mendengar teriakan air laut naik dari ujung jalan. Salah satu tempat penyelamatan mereka adalah rumah Ibu Abasiah yang berlantai dua. Berbilang detik, air meninggi hingga mencapai dagu orang dewasa di lantai dua. Warga pun terperangkap, beberapa diantaranya mencoba menghancurkan plafon rumah untuk naik ke atap tertinggi.
Ketika kepasrahan melanda, disaat itulah pertolongan Tuhan datang. Tiba-tiba dari kejauhan, sebuah kapal datang merapat ke rumah Ibu Abasiah. Warga pun satu persatu difungsikan ke dalam kapal melalui teras lantai dua. Ada 59 warga yang menyelamatkan diri di dalam kapal. Mereka bertahan hingga tujuh jam lamanya menunggu air laut surut.
Saya lalu menyusuri bagian dalam rumah. Beberapa bagian ruangan tampak hancur menyisakan puing-puing. Di beberapa sudut terlihat jelas dinding ruangan terkelupas, hingga lantai keramik tercerabut. Bekas tapal rumah seperti kamar tidur, dapur, toilet masih terlihat dan dibiarkan apa adanya. Di dinding garasi rumah tak berpintu, terdapat spanduk besar mencatat 982 nama korban dari desa Lampulo. Konon, jumlah ini bisa lebih banyak sebab ada beberapa keluarga yang tidak melapor ke pengelola. Pengunjung yang singgah ke ruangan ini, dianjurkan untuk mengirim doa bagi para korban.
Dari tangga yang berdekatan dengan garasi, saya melangkah ke lantai dua. Disana terdapat ruangan sekretariatan pengelola. Di depannya, terdapat ruangan besar yang memiliki teras yang menjorok ke luar. Di ruangan inilah, dulunya para korban berkumpul dan bertahan dalam hempasan air sebelum kapal ini datang. Sekarang ruangan beralih fungsi menjadi galeri foto. Ada beberapa papan yang berdiri di tengah ruangan. Disana, dipajang foto berbingkai yang menggambarkan kedahsyatan tsunami, termasuk rumah Ibu Abasiah sesaat air surut. Juga sebuah foto yang mendokumentasikan seng atap rumah yang jebol, yang digunakan warga untuk menyelamatkan diri.
Walaupun agak tersembunyi dari jalan utama, lokasi ini termasuk objek tsunami paling dicari di Banda Aceh selain PLTD Apung, dan Museum Tsunami. Walaupun areanya kecil, fasilitas disini terbilang lengkap. Di sudut pekarangan terdapat bilik kayu yang menjual souvenir Aceh dan pusat informasi wisata. Setiap wisatawan yang datang kemari, bisa mendapatkan sertifikat dari pengelola sebagai bukti telah berkunjung.
Jika Anda berkunjung ke Banda Aceh, jangan lupa untuk datang kesini. Situs ini bisa dikunjungi setiap harinya sebab berada di area terbuka. Dan pengunjung yang datang, tidak dikenakan tiket masuk.
'Menakjubkan! Ada ‘Kapal di Atas Rumah’ di Banda Aceh' have 16 comments
June 18, 2024 @ 1:29 pm Ibnu Syahri Ramadhan
Subhanallah… *speachless
June 18, 2024 @ 1:36 pm syahri
a time to remember the disaster….
June 18, 2024 @ 1:37 pm khairiah
Baru aja minggu lalu mampir ke sana
June 18, 2024 @ 1:39 pm rahmat
Tujoeh Ie mata wate ta baca…
July 10, 2024 @ 12:23 pm Ferhat Muchtar
Subhanallah…
June 18, 2024 @ 2:05 pm Mima
Subhanallah….
Begitu dahsyat nya stunami di Aceh y… .
June 18, 2024 @ 2:16 pm Nurhasanah
:'( Kenangan di saat Aceh berduka. Selamat untuk postingan perdanya, Bg Ferhat. Ini dapat menjadi warisan sejarah bagi anak-anak muda yang lahir setelah Tsunami.
July 10, 2024 @ 12:23 pm Ferhat Muchtar
benar sekali sanah, harus kita jaga..
June 18, 2024 @ 2:28 pm nazri
Menakjubkan. Visit lampulo!
July 10, 2024 @ 12:22 pm Ferhat Muchtar
yeaaayy…
June 18, 2024 @ 6:39 pm Astina ria
proses naiknya kapal apung ke atap rumah, sulit untuk dilupakan
hehe.. keren kali
wah, sesuatu, kami harus banyak belajar ne dari sensei..
oia ntar, kalo ada wisatawan yg mau jalan2 ke aceh, siap jadi pemandunya kan bg? 😀
July 10, 2024 @ 12:22 pm Ferhat Muchtar
Siappp.. asalkan ada salary :p
June 18, 2024 @ 7:56 pm Aula
Meneteskan air mata kala mengingat masa itu.
Saya siap menjadi guide jika dibutuhkan. Baik untuk area Aceh Besar ataupun Banda Aceh. Silahkan WA aja
July 10, 2024 @ 12:21 pm Ferhat Muchtar
welcome Duta Aceh Rayeuk
June 23, 2024 @ 12:25 pm Emeldah
Merinding bacanya, seperti ter-flashback peristiwa tsunami…
July 10, 2024 @ 12:22 pm Ferhat Muchtar
terimakasih