Mengenang Prof. Ali Hasjimi Melalui Jejaknya di Aceh

Vote Us

Selalu ada kesan bahagia setiap kami menyambangi sanak saudara di Montasik – Kabupaten Aceh Besar. Sambutan mereka begitu hangat, masyarakatnya ramah dan pemandangannya Indah. Salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Besar ini memiliki keunikan tersendiri. Meskipun mereka bahagian dari Aceh Besar, namun dialeg pengucapan “r”-nya tidak sebagaimana Aceh Besar pada umumnya, yang cenderung berubah menjadi “gh”. Montasik tetap menyebut “Ranup” untuk sirih, bukan “Ghanup”.

Sisi lainnya, nilai positif yang dimiliki oleh Montasik adalah beberapa tokoh besar lahir di sana. Salah satu di antaranya adalah Prof. Ali Hasjmi. Tokoh terkemuka yang andal dalam berbagai bidang ini lahir di Montasik pada 28 Maret 1914. Prof. Ali Hasjimi dikenal multi talenta. Sebagai budayawan, ia juga menguasai sastra, menulis banyak sekali karya, mendidik anak bangsa, dan memangku posisi penting lainnya. Tokoh pergerakan yang satu ini mengambil banyak peran dalam perubahan nilai sosial di Aceh, hingga sepeninggalnya pada 18 Januari 1998, nama Ali Hasjimi tetap abadi dalam hati bangsa Aceh.

 

Prof. Ali Hasjimi, pahlawan nasional asal Aceh

Semula saya hanya mendengar nama Prof. Ali Hasjimi dari Ibu saya. Berbetulan beliau berasal dari Montasik juga, jadi kerap bercerita tentang tokoh masyarakat asal tanah kelahirannya. Seiring waktu, semakin sering saya mendengar nama Hasjimi disebut-sebut oleh lingkungan.

Saat kakak saya menyusun skripsi, ia kerap mengunjungi Perpustakaan Ali Hasjimi. Pustaka sekaligus Museum yang terletak di Jl. Jendral Sudirman No 20, Ketapang - Kota Banda Aceh. Ribuan buku terkait kebudayaan, pendidikan dan sejarah tersedia di perpustakaan itu. Hingga kini, banyak orang yang menjadikan perpustakaan Ali Hasjimi sebagai salah satu tempat untuk dikunjungi, guna mencari referensi terkait studi perkuliahan, maupun sekedar wisata edukasi. Buku-buku di sana, sebagian di antaranya adalah buah karya dari Prof. Ali Hasyimi sendiri.

Inventaris Museum Ali Hasjimi.

Adapun beberapa karya dari Prof. Ali Hasjimi di antaranya: Di Mana Letaknya Negara Islam (Singapura, 1976), Yahudi Bangsa Terkutuk (1970), Sejarah Perkembangan Hukum Islam (1970), Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta 1973), Iskandar Muda Meukuta Alam (Biografi, Jakarta, 1976), 59 (1977), Cinta Sepanjang Jalan (kumpulan cerpen, 1980), Dustur Dakwah Menurut Al Quran (1973).

Sebagai sastrawan, ia telah menerbitkan 18 karya sastra, 5 terjemahan, dan 20 karya tulis lainnya. Beberapa karya sastranya yang cukup dikenal yaitu: Kisah Seorang Pengembara (sajak, 1937); Dewan Sajak (sajak, 1938). Prof Ali Hasjimi juga penulis novel yang andal, beberapa novel ciptaannya; Bermandi Cahaya Bulan (1938), Dewi Fajar (1943), Nona Press Room (1963), Meurah Johan (1977), Tanah Merah (1977).

Ribuan Buku di Perpustakaan Ali Hasjimi

 

Saya menyadari, sebutan multi talenta untuk Prof. Ali Hasjimi memang sangat tepat. Selain yang telah saya sebutkan di atas, nyatanya masih banyak karya tulis beliau yang bersifat analisa sastra, seperti Rubai Hamzah Fansury karya Sastra Sufi Abad XVII (Kuala Lumpur, 1976), Hikayat Perang Sabil Jiwanya Perang Aceh (1970), Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun (Jakarta, Bulan Bintang 1978). Saya rasa, sederetan karya tulis yang telah saya sebutkan, menjadi landasan utama hingga beliau memiliki perpustakaan pribadi.

Tidak hanya itu, Prof. Ali Hasjimi juga pernah menjabat sebagai gubernur Aceh. Di bawah kepemimpinannya, beliau mengusulkan agar dibangun sebuah Kopelma (Komplek Pelajar dan Mahasiswa) di Aceh. Beliau pula yang mengusulkan agar komplek tersebut dibangun di Darussalam. Semula ide ini hanya dijadikan bahan tertawaan oleh pemuka politik kala itu. Mengingat saat itu Darussalam hanya sebuah kampung kecil dengan akses lalu lintasnya sangat tidak memadai.

Tugu Gapura Kopelma Darussalam

Namun demikian, Prof. Ali Hasjmi mampu meyakinkan idenya, Beliau berkata: “Mungkin dalam beberapa tahun kedepan, Kopelma akan sepi, tapi saya yakin, puluhan tahun kemudian, Darussalam benar-benar akan menjadi kota pelajar dan mahasiswa”. Benar saja, puluhan tahun setelah beliau tiada, Darussalam benar-benar menjadi sebuah kota pendidikan, dengan dua universitas andalanya: Universitas Syiah Kuala dan Universitas Islam Negeri Ar-raniry. Sebagaimana yang kita saksikan sekarang, Darussalam disesaki oleh Pelajar dan Mahasiswa.

Upacara 17-an siswa-siswi SMAN 2 Unggul Ali Hasjimi

Besar sekali jasa beliau bagi Aceh. Patut besar pulalah apresiasi bangsa Aceh terhadap Prof. Ali Hasjimi. Namanya terus dikenang, bahkan dijadikan sebagai salah satu nama jalan di Kota Banda Aceh. Selain itu, juga dijadikan sebagai nama sekolah yang baru dibangun beberapa tahun belakangan, yakni SMAN 2 Unggul Ali Hasjimi yang terletak di Jl. Banda Aceh – Medan, Km 22, Gampong Lam Ilie Ganto, Kecamatan Indrapuri – Kabupaten Aceh Besar. Lokasi ini tidak begitu jauh dari Montasik, tanah kelahirannya. Akhir kata, Prof. Ali Hasjimi memang layak disebut pahlawan nasional.

 

 

(Visited 46 times, 1 visits today)


About

Muslimah. Gemar membaca dan menulis. Pegiat di Forum Lingkar Pena dan Gaminong Blogger. Kontributor beberapa media. Berkicau di @ainiazizbm, IG @ainiazizbeumeutuwah. Kunjungi saya di https://www.ainiaziz.com/


©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool