Bencana Gempa dan Tsunami 2004 memang telah lama berlalu. Kota Banda Aceh pun telah berbenah. Jalanan yang rusak sudah beraspal mulus, bangunan yang rusak satu persatu sudah mulai dibangun kembali. Meskipun demikian, jejak-jejak musibah besar tersebut masih bisa kita saksikan di Kota Banda Aceh, salah satunya adalah Masjid Baiturrahim di Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa.
Kita mungkin sulit membayangkan, bagaimana Masjid Baiturrahim Aceh bisa selamat dari amukan tsunami. Sebab posisi masjid ini hanya beberapa meter saja dari laut. Sementara saat itu gempa yang mengguncang Aceh berkekuatan 8,9 skala Richter, yang kemudian disambut gelombang tsunami setinggi pohon kelapa.
Akibatnya, Penduduk Ulee Lheue yang berjumlah sekitar 6000 orang, lebih separuhnya menjadi korban tsunami. Kawasan Ulee Lheue pun rata dengan tanah, dan satu-satunya bangunan yang selamat ketika itu hanyalah Masjid Baiturrahim Aceh ini.
Menurut cerita penduduk setempat, ketika tsunami datang ratusan orang berlarian menuju Masjid Baiturrahim Aceh. Mereka berupaya naik ke lantai dua masjid. Namun tak berapa lama, gelombang tsunami kembali menghantam. Saat itulah, sebagian orang yang berada di lantai dua masjid tak kuasa bertahan. Mereka berjatuhan dan tersapu gelombang tsunami.
Sehingga hanya sembilan orang saja bersama seorang bayi yang berhasil selamat dari bencana yang hanya berlangsung beberapa menit itu. Menurut saksi mata pula, gelombang tsunami seolah pecah ketika menerpa dinding masjid Baiturrahim. Air di dalam masjid pun tergenang tenang. Padahal di luar masjid sana, gelombang tsunami mengamuk dengan ganasnya.
Setelah tsunami mereda, barulah masyarakat yang selamat tersebut menyadari bahwa Ulee Lheue telah porak poranda disapu tsunami. Sementara itu Masjid Baiturrahim Aceh hanya mengalami sedikit kerusakan, yaitu hanya jendela masjid serta dua buah tiang yang patah. Al-quran berserak di atas lantai masjid dan di halaman masjid banyak kayu berserakan. Lalu di sudut bangunan, mereka menemukan jasad seorang perempuan tua yang terbujur kaku.
Seminggu setelah bencana ini, masyarakat pun mulai bergotong-royong untuk membersihkannya. Sehingga masjid bisa digunakan untuk salat Zhuhur, ketika itu ada sekitar 35 jamaah yang ikut melaksanakan salat. Lalu, 19 hari setelah tsunami Masjid Baiturrahim Aceh ini menjadi tempat untuk melaksanakan salat Idul Adha. Ketika itulah suasana begitu mengharukan, karena setelah salat usai para jamaah tak kuasa menahan air matanya. Mereka terisak menahan tangis karena mengingat betapa dahsyatnya musibah yang telah mereka alami.
Sebenarnya, ada beberapa masjid lain di Aceh yang selamat dari gelombang tsunami seperti Masjid di Keude Teunom, Masjid Rahmatullah di Lampuuk atau Masjid Al Ikhlas di Lhoknga. Namun, Masjid Baiturrahim Aceh ini memiliki nilai historisnya sendiri. Sebab, selain menjadi saksi bisu musibah besar pada 2004 silam itu, Masjid Baiturrahim Aceh juga merupakan saksi bisu sejarah perjuangan masyarakat Aceh.
Karena dulunya, masjid ini merupakan peninggalan dari kesultanan Aceh yang berdiri sekitar abad ke 17. Namun, namanya adalah masjid Jami Ulee Lheue. Orang Belanda menyebutnya “Olele”. Selanjutnya, Ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar oleh tentara Belanda tahun 1873, maka penduduk Banda Aceh pun pergi berbondong-bondong untuk menunaikan ibadah seperti salat Jumat ke masjid ini. Semenjak itulah, nama masjid ini pun mulai dikenal dengan nama Baiturrahim.
Saat ini Masjid Baiturrahim Aceh telah menjadi lokasi wisata religi di provinsi Aceh. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia hadir ke tempat ini untuk melihat sendiri betapa Maha Kuasanya Allah. Semua cerita kengerian bencana gempa dan tsunami, bisa pula kita saksikan melalui foto-foto yang ada di dalam Masjid Baiturrahim Aceh.
Beberapa hari yang lalu, saya sempat mengunjungi kembali masjid ini untuk menunaikan salat Maghrib. Setiap sore masjid ini memang selalu ramai dikunjungi masyarakat. Di sana, saya melihat dua orang turis asal Korea Selatan mengabadikan momen kehadirannya di Masjid Baiturrahim Aceh melalui kamera ponsel miliknya. Mereka sempat terdiam ketika menyaksikan foto-foto tsunami yang terpajang di sebuah toko souvenir yang berada di samping masjid.
Entah apa yang berkecamuk di dalam benak kedua turis tersebut. Tapi seperti yang saya rasakan sendiri, siapapun yang berada di sana tentu akan menemukan sebuah kesadaran, bahwa tanpa kasih sayang Allah maka kita tak berarti apa-apa. Di Masjid Baiturrahim Aceh, kita masih bisa merasakan denyut kedahsyatan Tsunami Aceh 2014 silam.
'Merasakan Denyut Kedahsyatan Tsunami Aceh di Masjid Baiturrahim' have no comments
Be the first to comment this post!