PLUS MINUS MENJADI WARGA ACEH BESAR

Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di provinsi Aceh, yang mempunyai luas wilayah 2.974,12 km2 dengan total populasi 351.418 jiwa dan kepadatan penduduk 118,16 jiwa/km2. Letak wilayah Aceh Besar ini sangat strategis karena diapit oleh tiga wilayah kabupaten Aceh lainnya seperti Kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara, serta Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya. Aceh Besar dalam istilah Aceh disebut sebagai Aceh Rayeuk, merupakan cikal bakal ibukota Kerajaan Aceh yang bernama Bandar Aceh atau Bandar Aceh Darussalam yang kini dikenal dengan nama Banda Aceh.

Sebelum dimekarkan pada tahun 1970, ibukota Aceh Besar adalah Banda Aceh. Namun setelah itu, akhirnya ibukota kabupaten Aceh Besar dipindahkan ke Kota Jantho, sebuah daerah yang berdekatan dengan pegunungan Seulawah yang berjarak 52 km dari Kota Banda Aceh. Di zaman dahulu Aceh Besar disebut juga sebagai Aceh Lhee Sagoe atau Aceh Tiga Segi yang bermakna kawasan Aceh Besar berbatasan langsung dengan tiga wilayah kabupaten Aceh lainnya, yaitu Pidie, Aceh Barat dan Sabang. Ada beberapa plus minus yang akan kamu rasakan jika kamu mengaku sebagai warga Aceh Besar.

Sisi positifnya:

  1. Aceh Besar itu sangat luas

Sangking luasnya, perbatasan Aceh Besar memiliki 23 kecamatan dengan jumlah keseluruhan desa mencapai 609 desa. Bahkan wilayah Aceh Besar memiliki kecamatan kepulauan yaitu Pulo Aceh. Maka tak heran jika penduduk Aceh Besar pun memiliki jumlah yang sangat banyak, dan menjadikan Aceh Besar sebagai sebuah daerah yang memiliki potensi alam luar biasa. Bahkan menurut cerita, sebagian besar wilayah Banda Aceh saat ini di zaman merupakan wilayah milik Aceh Besar.

  1. Aceh Besar memiliki destinasi alam yang sangat banyak.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Aceh Besar memiliki aset wisata alam yang sangat banyak. Wilayah pantai yang meliputi pantai dari Ujung Pancu, Lhoknga hingga Pantai Lam Sujen di bawah kaki Geurutee, kesemuanya milik Aceh Besar. Belum lagi daerah sekitaran pantai mulai dari Alue Naga, Kajhu, Ujung Batee, hingga Lamreh yang juga kepunyaan Aceh Besar. Selain itu, wisata air terjun seperti air Terjun Kuta Malaka yang terkenal dengan jajaran bukit barisannya, hingga air terjun yang berada pada kawasan Leupung dan sekitarnya, wisata pegunungan, bukit, gua dan yang lainnya, kesemuanya milik Aceh Besar. Maka berbanggalah, terkadang banyak yang berwisata ke Banda Aceh, namun yang dikunjungi adalah sebagian besar destinasi milik wilayah Aceh Besar.

Bukit Lamreh, salah satu kawasan bukit dan laut di Aceh Besar

  1. Aceh Besar itu mempunyai aset pembangunan darat, laut dan udara.

Jika Anda baru saja landing dari pesawat, maka jangan salah mengira jika Anda sudah berada di Banda Aceh. Tidak, wilayah bandara Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang yang terkenal sebagai kawasan sawah paling luas dan jejaran pohon yang mendinginkan para pengendara sepanjang jalan sebelum sampai ke daerah Lambaro, semuanya masih berada dalam kawasan Aceh Besar. Selain itu, Aceh Besar pun memiliki aset pelabuhan logistik terbesar di Aceh, yaitu Pelabuhan Malahayati yang terletak di Krueng Raya. Pun nanti, jika kamu melancong ke arah Lhoknga, kamu akan menemukan pabrik semen Andalas yang saat ini telah berubah nama menjadi PT. Lafarge.

Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, diambil dari ketinggian Bukit Soeharto, Aceh Besar

  1. Warga Aceh Besar, pemegang adat istiadat yang teguh.

Apa yang paling terkenal dari adat Aceh Besar yang tidak akan pernah dilupakan oleh para tamu? Ya, adat “pemulia jamee” atau adat memuliakan tamu. Sudah terkenal sejak dahulu kala, bahwa warga Aceh Besar sangat kental dengan adat memuliakan tamu, bahkan ini sangat terkenal dibandingkan daerah lainnya yang ada di Aceh. Jika warga Aceh Besar menyambut tamu, mereka akan melayaninya bagaikan seorang raja. Walaupun ia berasal dari keluarga yang kurang mampu, namun jika ada tamu yang datang, mereka akan menghidangkan segalanya sampai tamu pun terjamu dengan baik. Saya masih ingat kebiasaan di keluarga ibu yang berasal asli dari Aceh Besar yang selalu mengajak para tamu yang datang ke rumah untuk makan, dan makanan yang dihidangkan selalu banyak dan beraneka ragam.

Bahkan untuk menghormati tamu, saat adanya acara lamaran, warga Aceh Besar tidak pernah menerapkan peng hangoh (uang hangus) yang diserahkan dari pihak laki-laki kepada perempuan, untuk dijadikan sebagai tanggungan biaya saat keluarga linto baro (pengantin laki) datang ke rumah dara baro (pengantin perempuan) di saat acara Preh Linto Baro (Menunggu Linto Baro). Adat Aceh Besar juga tidak menerapkan biaya Asoe Kama (isi kamar, yang berupa tempat tidur, lemari, kaca rias, dsb). Biasanya di daerah lainnya ditanggung oleh pihak pengantin laki-laki. Dalam hal menjamu tamu, tidak sedikitpun warga Aceh Besar ingin memberatkan tamunya. Masih banyak lagi adat-adat Aceh Besar yang dipegang teguh oleh masyarakatnya hingga sekarang.

  1. Aceh Besar sebagai Kota Sejarah

Di zaman dahulu, wilayah Aceh Besar merupakan basis dari Kerajaan Lamuri, sebuah kerajaan Hindu yang terkenal pada abad ke 9. Menurut ahli sejarah, pada masa awal perkembangan peradaban, di Lamuri sudah terdapat kerajaan yang sempurna sekaligus memiliki peralatan militer yang lengkap menurut ukuran waktu itu.

Demikian juga kehidupan perdagangan menjadi termasyhur karena letaknya yang strategis di Selat Malaka dan Lautan Hindia. Beberapa peninggalan para pendahulu Lamuri masih dapat dilihat melalui peninggalan sejarah berupa makam tua di daerah Ladong, Aceh Besar. Selain itu, adanya peninggalan masa Kerajaan Hindu Indra Patra yang pernah ada di Aceh Besar dapat dilihat pada Benteng Kuta Indra Patra dan Mesjid Purbakala Indrapuri, yang dulunya merupakan kuil kemudian diubah menjadi sebuah mesjid saat semua masyarakat di daerah ini menganut agama Islam.

Selain itu, Aceh Besar merupakan tempat lahir dan tempat para pejuang-pejuang Aceh yang tersohor menghabiskan hidupnya, sebut saja Cut Nyak Dhien yang lahir di Lampadang dan beberapa makam raja Aceh serta pahlawan Aceh seperti Laksamana Malahayati dan Sultan Iskandar Muda dan beberapa raja lainnya yang kesemuanya terletak di Aceh Besar. Maka jangan heran, jika kamu berkunjung ke kawasan Aceh Besar, setiap kamu melihat suatu kawasan yang sedikit berbukit atau ke daerah-daerah desa pedalaman, tak jarang kamu melihat nisan-nisan tua zaman dahulu yang masih tetap dibiarkan ada oleh para masyarakat.

  1. Wajah orang Aceh Besar sebagian besar mirip India, Arab dan Persia.

Memang tak dapat dipungkiri lagi bahwa sebagian besar wajah orang Aceh Besar mirip keturunan Arab-Persia dan campuran India. Hal ini juga didasari karena berlangsungnya kontak dagang antara bangsa asing di zaman dahulu, terutama dari India dan Timur Tengah, dan banyak dari pedagang tersebut yang menetap di Aceh dan berasimilasi dengan warga Aceh. Pun diyakini bahwa gadis Aceh Besar, selain berparas cantik juga merupakan turunan keluarga raja. Maka jika kamu hendak meminang gadis Aceh Besar, kamu harus bersedia mempersiapkan mahar yang tergolong tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya di Aceh. Masyarakat Aceh Besar mengenal istilah minimum untuk mahar gadis Aceh Besar dengan bahasa 1 kulah yang berarti 16 mayam emas. (1 mayam emas sebanding 3,33 gram emas).

  1. Aceh Besar sebagai negeri “Dayah

Saat kamu melancong ke Aceh, tidak hanya mesjid dan meunasah (musholla) yang akan banyak kamu jumpai, melainkan juga dayah / pesantren yang berdiri berdekatan antara satu kampung dengan kampung lainnya. Aceh Besar juga diakui sebagai daerah dengan dayah terbanyak se-Aceh.

Mesjid Rahmatullah, salah satu mesjid yang selamat dari Tsunami Aceh 2004, berlokasi di Lampuuk, Aceh Besar

  1. Makanan Aceh Besar selalu juara!

Berbicara mengenai makanan khas yang berasal dari Aceh Besar, daerah ini selalu juara dan kemantapan rasa makanannya tidak dapat diragukan lagi. Sebut saja keberadaan ayam tangkap yang sekarang semakin populer, Sie Reboh yang kuat dengan rasa asam dan cukanya, Masam Keueng yang tekstur rasa dan aroma hampir serupa dengan Tom Yam, Kuah Eungkot Paya dan masih banyak lagi lainnya. Yakinlah, Anda tidak akan pernah melupakan cita rasa khas yang terdapa pada makanan Aceh Besar. Saat ini, rumah makan bertema masakan Aceh Besar juga dapat kamu temukan di beberapa daerah Aceh selain Aceh Besar dan beberapa kota-kota besar yang ada di Indonesia.

Masam Keueng, salah satu makanan khas Aceh Besar. Photo by tribunnews[dot]com
com

  1. Aceh Besar mempunyai logat bahasa Aceh yang unik.

Nah untuk yang satu ini, berbanggalah menjadi orang Aceh Besar. Fonem hingga logat Aceh Besar dalam berbahasa sudah terkenal unik hingga ke daerah-daerah lainnya yang ada di Aceh. Orang Aceh Besar sering berbicara dengan cepat, hingga fonem ‘r’ bisa diucap seperti ‘gh’ dan setiap kata yang berakhiran dengan ‘a’ akan dibacau ‘eu’. Seperti pada kata uroe raya (hari raya) dibaca ughoe ghayeu.

Namun, di balik segala sisi positif yang kamu rasakan selama menjadi warga Aceh Besar, ada beberapa sisi negatif yang juga kamu rasakan selama kamu menjadi warga daerah ini, di antaranya:

  1. Jarak antara kecamatan dengan ibukota kabupaten sangat jauh

Ya, ini merupakan kendala terberat yang dirasakan oleh warga Aceh Besar perihal mengurusi segala bentuk administrasi pemerintahan yang mengharuskan mereka untuk pergi ke ibukota kabupaten Aceh Besar, yaitu Jantho. Letak Jantho memang berdekatan dengan beberapa kacamatan Aceh Besar lainnya, seperti Montasik, Sibreh, Samanhani dan Seulimum. Hanya berjarak 15-30 menit akan segera sampai ke Jantho. Namun para penduduk Aceh Besar yang tinggal di seberang Banda Aceh seperti Kajhu, Alue Naga, Neuheun hingga ke Krueng Raya yang letaknya lebih 60 km dari Jantho, ataupun para masyarakat Lhoong yang tinggal berbatasan dengan Aceh Jaya, harus rela menempuh perjalanan sangat jauh ke Kota Jantho.

Belum lagi nasib dari masyarakat Pulo Aceh dan Pulo Nasi yang harus menggunakan perahu terlebih dahulu untuk sampai ke Banda Aceh, kemudian melanjutkan lagi perjalanan ke Jantho sepanjang 52 km dengan menggunakan angkutan darat. Memang disediakan kantor-kantor perwakilan pemerintahan Aceh Besar di beberapa kecamatan. Namun untuk beberapa pengurusan tertentu, tetap mengharuskan warga Aceh Besar mengurusnya hingga ke Jantho.

Yang sangat memprihatinkan adalah penduduk Aceh Besar yang bertempat tinggal dekat dengan ibukota kabupaten lain, seperti Banda Aceh dan Aceh Jaya. Rasanya seperti ungkapan “mengapa ibukota sendiri sangat jauh, sedangkan ibukota orang lain sangat dekat” selalu mereka rasakan. Bayangkan untuk ke ibukota yang lain, mereka hanya memerlukan waktu 10 menit jalan kaki, sedangkan ibukota sendiri butuh waktu berjam-jam untuk sampai ke sana.

Harga untuk pengiriman barang apapun juga jauh akan lebih mahal dan lebih lama sampai jika dikirim dengan menuliskan Aceh Besar sebagai nama kabupatennya. Maka tak heran, banyak warga Aceh Besar yang tinggal berbatasan dengan Banda Aceh biasanya akan mengklaim alamatnya menjadi Banda Aceh pada kurir jasa. Karena mereka tahu, barang yang dikirimkan lewat Banda Aceh akan lebih cepat sampai dan lebih murah daripada alamat mereka dituliskan berkabupaten Aceh Besar.

  1. Bahkan kecamatan di Aceh Besar lebih ramai dibandingkan ibukota kabupatennya sendiri

Sesekali melanconglah ke Jantho, selaku ibukota Aceh Besar. Saya bahkan dapat menghitung berapa jumlah kendaraan yang lewat dan berapa banyak warga yang lalu lalang di sekitaran Jantho. Keadaan ini sangat kontradiktif dengan suasana yang dapat kamu rasakan di sebagian besar kecamatan-kecamatan di Aceh Besar yang selalu ramai dan riuh di setiap harinya. Jangan tanyakan bagaimana keadaan malam di Jantho, akan lebih terasa seperti kota sepi dengan minim penduduknya. Bahkan banyak para pekerja di Jantho yang rela pulang pergi Banda Aceh-Jantho setiap harinya dan lebih memilih untuk tinggal di Banda Aceh.

  1. Banyaknya warga Aceh Besar yang mengaku sebagai warga Banda Aceh

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar penduduk Aceh Besar malah terkosentrasi tinggal di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Banda Aceh. Hingga tak heran banyak orang Aceh Besar yang mengaku diri sebagai orang Banda Aceh. Bahkan ada beberapa kecamatan lokasinya terlihat absurd, antara masih berstatus daerah Aceh Besar atau Banda Aceh. Maka tak heran, terkadang warga Aceh besar yang mengaku diri sebagai warga Banda Aceh agar terlihat sebagai “anak kota”, namun pasti akan mengatakan diri sebagai warga Aceh Besar jika menyangkut soal adat istiadat, budaya atau penentuan mahar, misalnya.

Ya begitulah, menjadi warga Aceh Besar selalu memiliki dampak positif dan negatifnya. Namun, walaupun begitu, kecintaan masyarakat Aceh Besar terhadap daerah ini tidak akan pernah ada habisnya.

PLUS MINUS MENJADI WARGA ACEH BESAR 5.00/5 (100.00%) 3 votes
(Visited 202 times, 2 visits today)


About

Pengejar Senja, Langit dan Laut.


'PLUS MINUS MENJADI WARGA ACEH BESAR' have no comments

Be the first to comment this post!

Would you like to share your thoughts?

Your email address will not be published.

©2015 HelloAcehku.com a Part of Ezytravel.co.id
Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Infringement Search Tool