Setiap daerah tentu punya tradisi sendiri saat bulan Ramadan, begitu pula di Aceh Tamiang. Tradisi Ramadan di Tamiang sepintas memang tak jauh beda dengan daerah lain. Namun bagi orang-orang yang jauh di perantauan, hal seperti ini justru sangat berkesan. Nah, ini ada empat tradisi Ramadan di Aceh Tamiang yang bisa bikin kita rasanya ingin segera mudik.
1. Tadarus al quran hingga larut malam
Lantunan ayat suci al quran saat malam-malam bulan Ramadan memang sangat berbeda, rasanya terdengar lebih syahdu. Bacaan ayat al quran tersebut, biasanya dilantunkan oleh para pemuda yang ber-tadarus atau mengaji secara bergantian di masjid. Nah, di kampung-kampung Aceh Tamiang tradisi seperti ini masih dipegang teguh bahkan sampai akhir Ramadan.
Saya ingat ketika masih bulan Syaban lalu, di kampung sebelah tempat saya tinggal sayup-sayup terdengar orang mengaji hingga tinggi malam. Suara lantunan ayat suci al quran tersebut membuat saya semakin rindu bertemu bulan Ramadan.
Di Aceh hal seperti ini adalah sesuatu yang biasa, bahkan terkadang masyarakat menyediakan makanan untuk mereka yang sedang bertadarus. Maka rasanya ganjil, ketika ada pemimpin negeri ini yang pernah mengkritik suara orang mengaji melalui toa masjid.
2. Asmara Subuh
Jika usai shalat Subuh, remaja di Aceh Tamiang biasanya tidak langsung pulang. Mereka akan berjalan kaki sekitar kampung bersama teman-temannya. Menikmati suasana pagi yang dingin dan menyaksikan embun-embun pagi di pucuk-pucuk daun.
Biasanya, para remaja ini akan berjalan berkelompok, yang laki bersama teman lelaki begitu juga dengan remaja perempuan. Tradisi ini dikenal dengan nama asmara Subuh. Pasalnya, moment inilah yang dimanfaatkan para remaja untuk melihat pujaan hatinya.
Para remaja tersebut akan curi-curi pandang dengan lawan jenisnya sepanjang perjalanan. Sensasi antara ingin menyapa dan malu-malu tersebut, membuat suasana pagi di bulan Ramadan ini sayang sekali rasanya jika harus dilewatkan.
3. Bermain Meriam Bambu
Siapa yang tak kenal meriam bambu? Mainan satu ini sebenarnya sangat berbahaya. Saya sendiri punya pengalaman pahit saat berupaya meledakkan meriam bambu ini. Ceritanya, ketika itu saya sedang meniupkan lubang tempat menyulutkan api. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan sisa asap hasil peledakkan sebelumnya. Nah, saat itulah seorang teman saya yang jahil, menyulutkan api dari moncong meriamnya.
Akibatnya, api berbalik arah keluar dari lubang kecil yang saya tiup. Alhasilnya, wajah saya menghitam karena asap panas yang tiba-tiba keluar. Bahkan bulu mata dan alis saya juga turut terbakar. Sungguh pengalaman yang pahit. Hiks…
Meskipun berbahaya, namun mainan yang satu ini seru sekali ketika dimainkan saat bulan Ramadan. Bahan untuk membuatnya juga mudah, yaitu hanya sepotong bambu dan minyak tanah.
Anak-anak Tamiang akan bermain meriam bambu ini jauh dari keramaian. Seperti di sawah atau di atas bukit, sebab suaranya yang menggelegar bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Mereka akan saling beradu suara meriamnya. Karena suara meriam yang paling besar adalah kebanggan tersendiri. Bermain meriam bambu adalah cara lain anak-anak Tamiang membunuh waktu, hingga waktu berbuka tiba.
4. Memasak Lemang Sebelum Lebaran
Memasak lemang adalah momen yang paling menyenangkan. keluarga saya dulu masih sering melakukan hal seperti ini setiap kali lebaran akan tiba. Pekerjaan membuat lemang ini terbagi dua. Pertama, para kaum perempuan bertugas memasukkan beras ke dalam bambu. Tugas selanjutnya adalah untuk kaum lelaki, yaitu menjaga api hingga lemang menjadi matang. Tradisi ini biasanya dilakukan di penghujung Ramadan. Karena lemang tersebut akan disajikan khusus pada hari lebaran.
Itulah empat tradisi yang khas di bulan Ramadan. Meskipun tampaknya sederhana, namun bagi para perantuan semua hal tersebut justru membuat mereka semakin rindu pulang ke kampung halaman.
Ah Ramadan, memang selalu berkesan.
'Tradisi Ramadan di Tamiang ini, Bikin Kamu Ingin Segera Mudik' have no comments
Be the first to comment this post!